Oleh: Usman Roin*
HADIRNYA-banjir di berbagai wilayah di Indonesia saat musim hujan datang patut menjadi renungan bersama untuk melakukan upaya preventif secara masif. Tidak terkecuali para insan pendidik. Bagaimana tidak, banjir yang terjadi disumbang oleh tumpukan sampah, selain karena faktor buruknya drainase serta aneka faktor lainnya.Terlebih, baru-baru ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Efendi menegaskan, bahwa pendidikan ketahanan bencana akan dimasukkan ke dalam kurikulum namun bukan berupa mata pelajaran khusus. Melainkan dimasukkan satu paket di dalam penguatan pendidikan karakter (PPK) melalui lima paket isu terkini yang perlu diberikan kepada siswa di berbagai jenjang. Mulai dari bahaya narkoba, menangkal radikalisme, kesadaran hukum berlalu lintas, pendidikan anti korupsi, dan pendidikan mitigasi bencana.
Oleh karena itu, upaya untuk menanggulangi banjir yang terjadi bagi penulis adalah ikhtiar kecil (mitigasi bencana) melalui upaya menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Melainkan membuang sampah pada tempat sampah, disertai cara tepat menempatkannya (organik dan non organik) sebagai pendidikan sejak dini keterampilan memilahan sampah. Hanya saja, pentingnya menjaga kebersihan di lembaga pendidikan masih jamak kita lihat, siswa abai terhadap sampah yang tercecer. Bukannya langsung dipungut, melainkan dibiarkan begitu saja. Jika demikian adanya, ternyata masih terdapat PR besar bagi lembaga pendidikan dalam hal mengoptimalkan partisipasi warga sekolah untuk menjaga kebersihan.
Hadirnya partisipasi warga sekolah dalam hal kebersihan, tentu akan memiliki beberapa manfaat bagi penulis, antara lain: Pertama, membentuk karakter siswa yang peduli terhadap lingkungan. Ini menunjukkan, bahwa pembelajaran yang diberikan kepada siswa (tentang kebersihan) bukan sebatas teori, melainkan perlu diaplikasikan secara nyata. Artinya, kebersihan itu menjadi tanggung jawab bersama untuk diamalkan. Sehingga, kewajiban untuk menjaga kebersihan, lahir dari masing-masing pribadi siswa menjadi karakter, bukan karena punishment atau yang lainnya.
Disamping itu, terbentuknya karakter yang cinta kebersihan juga akan memiliki dampak baik, tidak hanya kala berada di sekolah, melainkan kala anak berada di rumah. Yakni, karakter untuk menjaga kebersihan akan tetap dilakukan dimanapun berada. Ini menunjukkan, bahwa karakter kebersihan selama siswa di lembaga pendidikan perlu disisipkan dalam kurikulum. Wujudnya, melalui kegiatan belajar mengajar (KBM) yang kreatif. Sehingga, sampah yang jijik bisa menjadi hal yang disenangi sebagai upaya mengajarkan arti menjaga kebersihan secara implementatif.
Kedua, sebagai media siswa belajar mengelola sampah. Hadirnya sampah tentu akan menjadi musibah secara kuantitas bila tidak bisa mengolahnya. Karena volume sampah akan menjadi banyak, sebanding dengan kuantitas siswa yang dimiliki oleh lembaga pendidikan. Jadi, mengelola sampah mau tidak mau menjadi solusi mengurai barang yang tidak berharga menjadi berguna untuk mempercantik sekolah.
Pada tahap pengelolaan sampah, tentu mau tidak mau akan melibatkan guru mapel prakarya atau keterampilan, untuk mendaur ulang sampah yang ada menjadi bahan yang menarik untuk dijadikan praktek belajar. Mulai dari membuat pot tanaman, vas bunga, tempat pensil, tas koin, lampu hias atau dekorasi ruangan dari botol minuman bekas. Atau pula membuat tempat tisu, pigura hingga baju daur ulang dari bungkus snack aneka jajanan. Dengan demikian, kreatifitas yang dihasilkan oleh siswa menjadi bukti bahwa untuk menghasilkan barang kreatif ternyata bahannya mudah, sederhana dan ada dilingkup terdekat kita. Problemnya adalah, mau atau tidak para guru untuk melakukannya?
Adapun ketiga, hadirnya partisipasi siswa dalam hal kebersihan akan melahirkan guru kreatif. Yakni, guru yang cakap menghubungkan antara teori dan praktek saat pembelajaran. Apalagi, lembaga pendidikan masih minim sekali memiliki guru kreatif. Oleh karena itu, hadirnya partisipasi kebersihan warga sekolah diharapkan akan melahirkan guru kreatif, yakni guru yang selalu mengaktualkan potensi yang dimiliki demi keberhasilan pembelajaran.
Akhirnya, upaya tanggap bencana menjadi hal urgen semua pihak, tidak terkecuali lembaga pendidikan. Jangan sampai lembaga pendidikan hanya bicara keilmuan secara teori, melainkan juga menyertakan dalam tataran praktis secara optimal guna memberikan dasar-dasar keterampilan hidup (basic of life skills). Sehingga, sekembalinya siswa ke keluarga atau masyarakat, karakter tanggap bencana (melalui hal menjaga kebersihan sampah) akan menjadi karakter yang abadi guna mewujudkan harmonisasi antara manusia dan alam sekitar. Semoga!
*Penulis : Pengurus Wilayah Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Tengah.
Email : roinusman@gmail.com
Hp/WA : 081225042335
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.