Ilustrasi. Foto Pixabay.
EDUKASIA.ID - Lembaga Pendidikan merupakan suatu tempat pendidikan formal dari jenjang prasekolah sampai perguruan tinggi yang menjadi pusat kegiatan belajar mengajar untuk menumbuhkembangkan potensi siswa menjadi anak yang berpengetahuan luas, aktif sosial dan religius (Arum Sutrisni Putri: 2020, 30).
Dengan pengertian yang seperti ini harusnya menjadikan lembaga pendidikan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswanya dalam menimba ilmu pengetahuan.
Akan tetapi, lembaga pendidikan kini tidak lagi menjadi tempat yang aman dan steril dari para predator seksual dengan mayoritas korban Perempuan (JEO-Peristiwa:2021). Banyak sekali kasus pelecehan seksual di Perguruan tinggi, sekolah, pesantren dan lainnya yang memperlihatkan pola yang sama yaitu relasi kuasa yang timpang.
Perlu adanya solusi untuk permasalahan ini agar lembaga pendidikan kembali menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswanya dalam menimba ilmu pengetahuan tanpa adanya ketakutan yang menghantui.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan bahwa ada sekitar 17 kasus pelecehan seksual yang ada di lembaga pendidikan Indonesia pada tahun 2022. Jumlah kasus itu berdasarkan kasus-kasus yang telah diproses oleh pihak kepolisian dan dilaporkan oleh pihak korban (Zachrias Wuragil,2023:20).
Dari 17 kasus itu, kasus dengan korban terbanyak adalah kasus yang terjadi di SMPN Batang Jawa Tengah. Pelaku adalah guru agama yang juga menjabat sebagai pembina osis. Sebanyak 45 siswi yang 10 diantaranya diduga mengalami pemerkosaan.
Dari hasil penyelidikan, ternyata pelaku telah melakukan perbuatan asusila tersebut sejak tahun 2020 hingga tahun 2022. Pelaku memanfaatkan jabatannya sebagai pembina osis untuk melakukan aksi pelecehan seksual terhadap siswi di sekolahnya dengan dalih tes kedewasaan dan kejujuran saat melakukan pemilihan anggota osis (Maya, 2022: 11).
Tak jarang kasus seperti ini juga terjadi di beberapa pesantren. mirisnya, sejumlah pemimpin pesantren lah yang menjadi pelaku utama pelecehan seksual. Yang mana pelaku akan mencari pembenaran atas perilakunya melalui tafsir agama yang keliru. Ditambah lagi dengan karakter pesantren yang biasanya pimpinannya menjadi sosok yang sangat dihormati, sehingga banyak yang enggan melapor.
Jika terus seperti ini, tidak akan ada lagi ruang aman bagi semua siswa. Entah itu di lembaga pendidikan formal maupun di lembaga pendidikan keagamaan. Dengan kondisi kasus pelecehan seksual ditengah masyarakat yang kian marak ini, negara tidak boleh mengabaikannya.
Hal ini juga menjadi kewajiban atau keharusan bagi masyarakat dan lembaga pendidikan untuk mencegah, menanggulangi, dan membantu korban pelecehan seksual untuk pulih.
Lembaga pendidikan harusnya memiliki semacam panduan SOP untuk pencegahan, penanggulangan dan pemulihan korban. termasuk siapa yang akan bertugas dan bagaimana memperbaiki cara pandang terhadap pelecehan seksual.
Penting juga bagi pihak institusi pendidikan dalam memperhatikan proses rekrutmen guru dan dosen tidak hanya dari segi usia dan potensi mengajarnya melainkan juga memperhatikan rekam jejak kehidupan sehari-harinya (Putri, A.S: 2020) .
Ketika sudah terjadi kasus pelecehan seksual di sebuah institusi maka institusi tersebut harus berpihak pada korban, bukan malah mengeluarkan korban dari sekolah ataupun menikahkan korban dengan si pelaku.
Saat ini Pelecehan seksual dan lembaga pendidikan menjadi polemik di tengah masyarakat indonesia, karena banyaknya kasus pelecehan seksual di lembaga-lembaga pendidikan seperti SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi bahkan pesantren. yang mana mayoritas pelaku dari kasus-kasus itu adalah guru, kepala sekolah, maupun pimpinan pesantren.
Hal itu dikarenakan adanya ketimpangan kekuasaan antara guru dengan murid ataupun ustadz dengan santri. Mereka melakukan itu dengan dalih tes kedewasaan dan kejujuran dalam kegiatan pemilihan anggota osis, memberikan ilmu sakti, mengisi tenaga dalam dengan cara memijat atau yang lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan berkurang, dan tidak akan ada lagi tempat aman bagi siswa untuk belajar. Dengan ini maka sudah seharusnya lembaga pendidikan mengambil tindakan atas ini dengan cara membuat panduan SOP untuk pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan korban.
Penting juga bagi pihak institusi dalam memperhatikan perekrutan guru dan dosen. Ketika sudah terjadi pelecehan maka sudah seharusnya pihak institusi berpihak kepada korban, membantu pemulihan dan mendukung korban.
Referensi:
JEO-Peristiwa. (2021, Desember 11). Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan. Retrieved from KOMPAS.com:
Dengan pengertian yang seperti ini harusnya menjadikan lembaga pendidikan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswanya dalam menimba ilmu pengetahuan.
Akan tetapi, lembaga pendidikan kini tidak lagi menjadi tempat yang aman dan steril dari para predator seksual dengan mayoritas korban Perempuan (JEO-Peristiwa:2021). Banyak sekali kasus pelecehan seksual di Perguruan tinggi, sekolah, pesantren dan lainnya yang memperlihatkan pola yang sama yaitu relasi kuasa yang timpang.
Perlu adanya solusi untuk permasalahan ini agar lembaga pendidikan kembali menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswanya dalam menimba ilmu pengetahuan tanpa adanya ketakutan yang menghantui.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan bahwa ada sekitar 17 kasus pelecehan seksual yang ada di lembaga pendidikan Indonesia pada tahun 2022. Jumlah kasus itu berdasarkan kasus-kasus yang telah diproses oleh pihak kepolisian dan dilaporkan oleh pihak korban (Zachrias Wuragil,2023:20).
Dari 17 kasus itu, kasus dengan korban terbanyak adalah kasus yang terjadi di SMPN Batang Jawa Tengah. Pelaku adalah guru agama yang juga menjabat sebagai pembina osis. Sebanyak 45 siswi yang 10 diantaranya diduga mengalami pemerkosaan.
Dari hasil penyelidikan, ternyata pelaku telah melakukan perbuatan asusila tersebut sejak tahun 2020 hingga tahun 2022. Pelaku memanfaatkan jabatannya sebagai pembina osis untuk melakukan aksi pelecehan seksual terhadap siswi di sekolahnya dengan dalih tes kedewasaan dan kejujuran saat melakukan pemilihan anggota osis (Maya, 2022: 11).
Tak jarang kasus seperti ini juga terjadi di beberapa pesantren. mirisnya, sejumlah pemimpin pesantren lah yang menjadi pelaku utama pelecehan seksual. Yang mana pelaku akan mencari pembenaran atas perilakunya melalui tafsir agama yang keliru. Ditambah lagi dengan karakter pesantren yang biasanya pimpinannya menjadi sosok yang sangat dihormati, sehingga banyak yang enggan melapor.
Jika terus seperti ini, tidak akan ada lagi ruang aman bagi semua siswa. Entah itu di lembaga pendidikan formal maupun di lembaga pendidikan keagamaan. Dengan kondisi kasus pelecehan seksual ditengah masyarakat yang kian marak ini, negara tidak boleh mengabaikannya.
Hal ini juga menjadi kewajiban atau keharusan bagi masyarakat dan lembaga pendidikan untuk mencegah, menanggulangi, dan membantu korban pelecehan seksual untuk pulih.
Lembaga pendidikan harusnya memiliki semacam panduan SOP untuk pencegahan, penanggulangan dan pemulihan korban. termasuk siapa yang akan bertugas dan bagaimana memperbaiki cara pandang terhadap pelecehan seksual.
Penting juga bagi pihak institusi pendidikan dalam memperhatikan proses rekrutmen guru dan dosen tidak hanya dari segi usia dan potensi mengajarnya melainkan juga memperhatikan rekam jejak kehidupan sehari-harinya (Putri, A.S: 2020) .
Ketika sudah terjadi kasus pelecehan seksual di sebuah institusi maka institusi tersebut harus berpihak pada korban, bukan malah mengeluarkan korban dari sekolah ataupun menikahkan korban dengan si pelaku.
Saat ini Pelecehan seksual dan lembaga pendidikan menjadi polemik di tengah masyarakat indonesia, karena banyaknya kasus pelecehan seksual di lembaga-lembaga pendidikan seperti SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi bahkan pesantren. yang mana mayoritas pelaku dari kasus-kasus itu adalah guru, kepala sekolah, maupun pimpinan pesantren.
Hal itu dikarenakan adanya ketimpangan kekuasaan antara guru dengan murid ataupun ustadz dengan santri. Mereka melakukan itu dengan dalih tes kedewasaan dan kejujuran dalam kegiatan pemilihan anggota osis, memberikan ilmu sakti, mengisi tenaga dalam dengan cara memijat atau yang lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan berkurang, dan tidak akan ada lagi tempat aman bagi siswa untuk belajar. Dengan ini maka sudah seharusnya lembaga pendidikan mengambil tindakan atas ini dengan cara membuat panduan SOP untuk pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan korban.
Penting juga bagi pihak institusi dalam memperhatikan perekrutan guru dan dosen. Ketika sudah terjadi pelecehan maka sudah seharusnya pihak institusi berpihak kepada korban, membantu pemulihan dan mendukung korban.
Referensi:
JEO-Peristiwa. (2021, Desember 11). Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan. Retrieved from KOMPAS.com:
Maya Citra Rosa. (2022, september 11). Polisi Sebut Guru Agama Cabuli 45 Siswi di Batang Punya Kelainan Seksual. Retrieved from KOMPAS.com:
Putri, A. S. (2020, 60 30). Lembaga Pendidikan, Peran dan Fungsi. Retrieved from KOMPAS.com:
Wuragil, Z. (2023, januari 2). 17 Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan 2022, Ini Ragam Modusnya. Retrieved from tempo.co:
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.