100 Remah Hikmah (10): Orang-orang minus

0

Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*
 
EDUKASIA.ID - Saya punya kebiasaan aneh: Senang mengamati perilaku orang-orang "minus". 

Mereka yang konektifitas otak atau komunikasinya di bawah 100%. Atau yang dalam bahasa kasarnya biasa disebut orang gila. 

Bukan karena merasa kasihan. Sebaliknya, kita malah yang perlu dikasihani. Mereka tak dibebani dengan taklif syariat, karena segala ibadah menuntut syarat mutlaknya haruslah dilakukan org yang berakal. Minimal sadar lah. 

Mereka contoh hidup yang bertawakkal. Selalu tersenyum atau kadang tanpa ekspresi. Mereka konsisten dengan perilaku keseharian dengan ikhlas tanpa mempedulikan ejekan orang yang waras. 

Atau bisa saja sebagian dari mereka yang kadang nir busana (ogah berpakaian) merasa malu kepada Allah karena hanya menutupi aurat raganya saja tanpa mempedulikan aurat jiwa. 

Mereka yang biasa mengambil barang tanpa bayar itu bisa saja hanya melaksanakan instruksi bawah sadar dari Tuhan untuk mengambil barang-barang syubhat yang kita miliki dari sumber tidak jelas. 

Mereka mungkin dulu sudah jenuh dengan kewarasannya karena dikelilingi oleh kita yang lebih gila dunia.. Na'udzubillah.. 

Dua orang yang "kenal baik" dengan saya, dulu pernah alim. Satunya adalah tetangga di kampung. 

Dulu sering sekali memberi keluarga saya manisan sisa jualannya & ikut jamaah pengajian ataupun shalawatan. 

Ketika gila pun, masih banyak kata mutiara yang sering saya dengar ketika bicaranya mulai melantur ke mana-mana. Tak peduli kalau dia sering salah menyebut nama saya. 

Teman satunya baru saya temui di kudus. Dulu adalah santri di pondok kami sampai Allah mentakdirkan lain. 

Seringkali teman-teman santri bertemu dengannya atau disapa secara mendadak, entah di mana. Hari-hari ini menjelang haul kiai kami, dia kembali muncul di sekitar pondok. Dan masih mencuri-curi kesempatan untuk bisa melantunkan adzannya yang merdu, entah itu di masjid milik pondok atau kampung. 

Tentunya, di samping hobi lucunya yang lain: masuk ke ndalem yai dan minta makan tanpa segan, sewaktu-waktu. Dua lagi kenalan saya yang punya mainstream "kegilaan" yang berbeda. Yang satu adalah pria paruh baya yang terlihat tua. 

Mungkin karena kesibukannya mengatur lalu lintas di sebuah perempatan kota tanpa kenal lelah setiap hari, tanpa gaji. 

Orang awam akan menganggapnya polisi karena dia setia mengenakan seragam polantas tiruan, mungkin jahitannya sendiri. Dan polisi asli pun seakan mafhum dan segan berjaga di perempatan tersebut karena nyatanya dia lebih lihai mengatur lalu lintas dan hafal menit-menit lampu merah akan menyala di setiap arus. 

Santri-santri senior di pondok kami sudah menemuinya berjaga sejak belasan tahun lampau. Satu orang terakhir, seorang perempuan yang tak bisa kutebak umurnya & ku tak tahu namanya, selalu berjaga di sisi jalan raya, depan sebuah rumah tua.

Aku sering memperlambat kayuhan sepeda jika bersisipan dengannya saat aku pulang dari kampus. Di tempat yang selalu sama, terkadang dia thawaf mengelilingi sepeda mini yang diparkirnya atau seringkali terlihat sedang "i'tikaf", terpekur dengan pandangan kosong. 

Di sampingnya selalu ada gelas jus & bungkusan nasi dari seorang ibu-ibu yang peduli atau mungkin kenalannya ketika masih waras dulu.

Mereka tak pernah mengejek ataupun mencela kita, lalu apa dasarnya kita mendeskritkan keberadaan mereka. Perilaku sebagian dari kita, mungkin artis nakal, politisi atau pejabat korup, tak lebih gila daripada mereka. 

Dan saya bahkan tak berani menjamin, mana yang lebih sering ingat Allah, yang lebih dirahmati Allah, kita atau mereka. 

Hadaanallah wa iyyaakum



**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)
Pixy Newspaper 11

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top