100 Remah Hikmah (9): Pengajar bukan Pendidik

0
Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Belajar tanpa ijazah, sah-sah saja. Yang perlu dipermasalahkan adalah ijazah tanpa belajar. 

To the point: saya lebih suka gaya pendidikan ala pondok daripada sekolah, kursus ataupun kuliah. Karena di lembaga yang formal, sering saya dapati yang ada hanyalah pengajaran. Bukan pendidikan. 

Mestinya semua orang sudah tahu bahwa tarbiyah berbeda dengan ta'lim. Sedikit menyinggung, di kuliah yang berlabel "tarbiyah" pun, sistem & silabusnya hanya terpusat untuk menyukseskan pengajaran.

Anak salah didik akan mengakibatkan kurang ajar, sedangkan anak yang sulit diajar belum tentu jelek kualitas pendidikannya. Di pondok, utamanya yang lepas dari kurikulum pusat, entah itu salaf, modern ataupun kombinasi, santri akan selalu dikontrol perilaku dan perkembangan belajarnya. 

Santri benar-benar harus pandai mengatur IQ,EQ & SQ kalau mau bertahan di pondok dan kelak sukses membawa ilmu yang manfaat jika ke masyarakat. 

Santri yang berhasil pendidikannya akan berorientasi untuk ikhlas berkhidmah dan bermental "memberi" sehingga bisa hidup di mana saja. 

Berbeda dengan lulusan formal yang memprioritaskan tempat kerja dan tak percaya diri bekerja tanpa ijazah. Pengajaran, selamanya tidak akan efektif menanamkan karakter pada anak. 

Saya sendiri masih bingung kenapa kurikulum kita di sekolah yang selalu berganti selalu saja mengandalkan pengajaran, padahal para pelajar semakin bosan dengan hal itu. 

Proses belajar mengajar yang masih ditentukan dengan cara standarisasi nasional dan paparan output kualitas berupa ijazah secara tak sadar telah menghina murid dan guru.

Saya bukan menteri pendidikan jadi segan jika berkomentar terlalu ekstrem dan selalu menyalahkan pemerintah. Seolah-olah pak menteri terpilih adalah orang pintar yang paling bodoh se-Indonesia. 

Saya hanya teringat riwayat dulu kala ketika Allah hendak mengamanahkan tugas pengelolaan alam seisinya ini. Langit, bumi dan gunung-gunung tidak mau karena merasa "impoten". 

Akhirnya manusia lah yang mau mengemban tugas tersebut karena merasa "kompeten". Allah sudah menyindir: betapa bodohnya manusia.. 

Benar kita bodoh. Hanya manusia yang selalu merasa bodoh lah yang akan sukses dalam pendidikannya.. 

Selamat belajar! 



**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)
Pixy Newspaper 11

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top