EDUKASIA.ID - Di pasaran pasti banyak buku yang bertemakan "hidup sesudah mati". Begitu juga artikel-artikel di dunia maya.
Di situ pasti dibahas bagaimana nasib orang-orang yang baik, yang jelek dan yang setengah-setengah (biasanya dapat slogan: salat terurus tapi maksiat terus).
Diperdebatkan pula konsep keabadian hidup yang dipunyai agamaagama atau lintas madzhab, seperti tentang nirwana, sungai styx, bahkan al manzilah bainal manzilatain (ala aliran teologi islam muktazilah).
Bahasan lain yang dibuat bahan para da'i atau muballigh adalah: mati sebelum kematian. Siapapun orang yang tidak dianggap di masyarakatnya, dilupakan bahkan sebelum dia mati.
Bahkan, selalu dielu-elukan kematiannya karena tidak bisa memberi kemanfaatan blas. Bahkan untuk dirinya sendiri. Na'udzu billah..
Bahasan inti: mati sebelum "sempat" hidup. Saya dedikasikan untuk sahabat-sahabat saya yang tetap tegar dan tawakkal karena sedianya akan mendapat amanah yang berharga tapi oleh empunya amanah (alias Gusti Allah) lantas dibatalkan tanpa ada pemberitahuan.
Teman pertama yang istrinya terbilang "wonderful" cantiknya kata para santri, kehilangan sang putra yang meninggal setelah dilahirkan.
Rupanya Allah "memaksa" agar sang ortu, temanku tadi, mendapat tiket ekspress masuk surga kelak, disebabkan putranya tersebut.
Itu sudah valid dari hadis Nabi & penuturan Auliya'. Dua temanku yang lain, mendapat takdir yang sama. Janin yang dikandung sang istri tak terselamatkan & memilih "syahid" di dalam rahim daripada menemui alam dunia fana ini.
Mereka, para calon manusia itu tadi rupa-rupanya lebih cinta kepada Allah daripada kepada kedua orangtua.
Mereka telah dititahkan untuk menjadi salah satu dari sekian banyaknya tanda-tanda kekuasaan Allah. Agar kita tidak terlalu khilaf.
Agar kita insyaf. Semoga Allah merahmati kawan-kawan saya tadi. Memberi mereka ganti yang lebih anfa'. Anfa' linafsih, liwalidaih, lidiinih.
Apapun jadinya anda nanti, berusahalah untuk bisa tetap "hidup" walaupun jasad anda telah terkubur dan hancur.
Contohlah Soekarno, Gus Dur, Walisongo, Ibnu Sina, Thariq bin Ziyad, Rasulullah, atau siapapun yang ke-hidupannya akan tetap dikenang dan diteruskan dan otomatis akan terus didoakan.
Saya hanya bisa berusaha untuk tetap berkarya dan menulis. Agar saya bisa hidup selamanya. Selama karya saya masih bermakna.
Selama tulisan saya masih ada.
**** * ****
*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.