100 Remah Hikmah (30): Korupsi Berjamaah

Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Saya kemarin menangkap basah para pejabat kemenag daerah yang nyata-nyata korup. Korupsi waktu. Berjamaah pula. 

Menerima undangan penerimaan hadiah lomba rekan-rekan santri yang tertulis jam 1 siang, saya sudah bersiap-siap untuk datang "paling cepat" jam 1.30 pm. Itu karena saya sudah pernah dikecewakan beberapa kali oleh oknum panitia dinas yang terbiasa "ngaret" bahkan bisa lebih molor dari karet itu sendiri. 

Sampai di depan kantor kemenag kabupaten pada pukul 14.00, gerbang tertutup dan kantor sudah terkunci. Wah..kemajuan. 

Masak sih acara dinas bisa tepat waktu dan selesai secepat itu? Pikir saya. 

Saya inisiatif masuk ruang Mapenda di sebelah untuk bertanya, dan lantas mendapat jawaban enteng: "Sudah tutup, Mas kantornya.. dari tadi. Acaranya di Aula Koperasi Kemenag, bukan di sini.

Kesimpulan:
1. Para pejabat kadang terlalu pede atau bahkan merasa gak mbutuhi. Seakan-akan semua orang sudah dianggap tahu kantor-kantor pemerintahan tanpa diberitahukan lokasinya di jalan mana atau diberikan denah di undangan misalkan.

2. Mestinya jika diadakan acara di tempat lain pun kantor utama tetap ada staf yang bertugas pada jam layanan kerja. Nyatanya, telpon kantor tidak diangkat dan suasana sekitar gerbang sudah seperti kuburan saat jam kerja masih tersisa sekitar 1 jam lebih. 

3. Hal itu bisa ditafsiri menjadi kabar baik dan buruk. Kemungkinan positifnya, pegawai kemenag benar-benar mencerminkan ketaatan pada agama. 

Sampai-sampai kantor sudah ditutup ketika jumatan dan seterusnya agar lebih khusyuk beribadah. Jadi, jam istirahat dimaknai jam pulang kerja, khusus hari jumat. (itu positif ya..?). 

Kabar buruknya, itu berarti korupsi waktu berjamaah yang terjadi di kemenag sudah "akut" dan tak tertolong. 

Seakan-akan ada satu atau dua pejabat yang ingin jadi sobat dekatnya malaikat Raqib malah dikompor-kompori supaya menyibukkan malaikat Atid.

"Mesa'ke Raqib, kang..memori harddisk e cepet kebak nek awakmu kesregepen ngantor..

Kabar buruk juga buat saya:

1. Saya harus pandai menghafal tempat-tempat yang "dianggap penting" oleh para pejabat sehingga lain kali tak perlu tanya pada pengguna jalan atau pedagang yang ternyata sama-sama tak tahu. 

2. suu'ul khuluqi yu'dii.. perilaku yang jelek itu akan (cepat) menular. 

Nyatanya, saya memang kena imbas dari kebiasaan "ngaret" para pejabat, tetangga, kawan dll. Sehingga saya terbiasa telat bahkan untuk acara-acara penting sekalipun.

Jadi, ternyata saya juga telah menjadi golongan "orang-orang edan" jaman ini. Edan, karena hampir setiap waktu mengeluhkan banyaknya kasus korupsi di negeri ini, dan secara tak sadar saya telah niat "makmuman" kepada mereka untuk korupsi waktu. 

Jahatnya dua kali karena saya juga tidak memberi upah lembur buat malaikat Atid yang capek menulis dosadosa saya yang tak berkesudahan.. 

Demi waktu. Sesungguhnya manusia pasti selalu merugi...


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top