100 Remah Hikmah (48): Musafir Cinta

0
Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Ada yang lebih tahu jarak Kudus-Bojonegoro daripada Google Map? Ada. Saya salah satunya. Jawabannya mudah: JAUH.

Dan saya kesal dengan aplikasi andalan Google tersebut karena menggambarkan ratusan kilometer jarak asli yang biasa saya tempuh berjam-jam tersebut hanya dengan skala beberapa centimeter saja.

Itupun terkadang masih ditambah dengan menya-rankan jalur-jalur yang "tidak masuk akal" bagi siapapun yang menanyakan rute yang tercepat untuk sampai ke tujuan. 

Sudah lama saya mengidamkam bisa "menikmati" sendiri sensasi jauhnya jarak rumah-pondok dengan alat transportasi paling keren pada zamannya Leonardo Da Vinci: sepeda onthel. Dan itu baru bisa terlaksana akhir Ramadlan lalu bersamaan dengan ramainya mudik lebaran. 

Bapak dan ibu tak akan tega melepas putranya berangkat kembali ke pondok dengan bersepeda. Dan bisa saja saya terjebak kecelakaan parah di jalan jika saya tetap memaksa ngonthel tanpa restu kedua ortu. 

Jadinya, yang bisa saya lakukan adalah bersepeda dari pondok tanpa harus ada yang teman santri tahu bahwa saya akan pulang kampung dan tanpa setahu ortu bahwa saya nekat pulang naik pit

Mereka hanya akan mengurangi bahkan meruntuhkan keyakinan saya dari awal: bisa sampai rumah dengan selamat, dengan pit yang sama.

Para setan hampir bersorak girang tahu saya hampir menyerah dan membatalkan puasa wajib saya saat semua anggota badan terasa hampir copot saking capeknya dan waktu berbuka belum kunjung tiba, di kala perjalanan baru teratasi separo

Perut saya sudah rindu suara adzan maghrib... Dan akhirnya saya mengecewakan para setan itu. Saya tiba di rumah dengan selamat walaupun harus berkali-kali rehat. 

Tanpa harus membatalkan puasa sebelum waktunya. Tentunya dengan sambutan "hangat" dan omelan-omelan dari keluarga di rumah. 

Dan rencana kembali ke pondok dengan pit jengki kesayangan sudah pasti tidak diACC bapak ibu. Selama 15 jam menghabiskan waktu sendiri di atas sepeda, saya sadar bahwa: 

1) tak ada kekuatan di dunia ini yang besarnya melebihi cinta Allah. 

Hanya dengan melatih diri kita untuk cinta Allah dan tawakkal kepadaNya, kita takkan mudah berputus asa. (Ada saat-saat di mana cinta dari para manusia tidak mencukupi, sekalipun yang paling kita cintai). 

Separah apapun kondisinya teman hidup kita kelak, yang harus kita lakukan adalah merawat dan menyayanginya, bukan malah mencari pengganti dengan mudahnya. (andai saya menyerah pasti sepeda saya sudah saya tinggalkan di tengah hutan. Minta diantar mobil sampai rumah. Berapapun saya bayar...) 

2) ada kemauan, PASTI ada jalan! (untuk hal-hal yang dijanjikan Tuhan, harus memakai kata PASTI sebagaimana kata kiai saya. 

Tidak boleh menggunakan kata insyaallah. Karena Tuhan tak pernah ingkar janji). 

Isn't right?


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)
Pixy Newspaper 11

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top