EDUKASIA.ID - Saya bisa saja tergolong fans berat William Shakespeare andai saja dia tak membuat satu ungkapan yang tidak saya sepakati sampai sekarang: "apalah arti sebuah nama."
Ya..sangat berarti lah! Jadinya saya ngefans sama nabi Muhammad saja, yang tiap tutur katanya penuh makna.
Kebalikan dari Shakespeare, Nabi Muhammad menugaskan para orang tua untuk memperindah nama anak-anak mereka. Karena di balik seuntai nama pasti terselip cinta, harapan dan doa bagi sang anak sampai akhir hayat.
Nama yang indah tidak harus arab. Dan nabi tak pernah pula menganjurkan kita untuk mengarabkan nama anak-anak muslim sedunia.
Saya kadang tersenyum geli sekaligus "ngelus dada" kala menjumpai undangan walimahan yang di situ tertera nama-nama arab tapi berkonotasi negatif atau mungkin salah ejaan, seperti "Khusron", "Mu'tazilah", "Musrif", atau "Qusnul".
Maaf kalau ada yang tersinggung tapi ini fakta. Nama-nama tersebut tak lebih indah dari nama kedaerahan yang aslinya "berbau arab" seperti: "Paijan" (Faizan: orang beruntung), "Parti" (aslinya Farthiy), atau "Sarijan" (pernah dengar istilah Sirjaanun?).
Banyak kosakata bahasa melayu dan Indonesia yang diserap dari bahasa Arab. Kepada para santri baru, biasanya tak luput saya bertanya: "Pernah bertanya kepada orang tua, apa arti namamu?" Dan mayoritas mereka tidak peduli dengan hal itu.
Dalam suatu kegiatan pelatihan mahasiswa baru tempo hari, sesekali saya absen mereka dengan terjemahan nama lengkap masing-masing. Tiap peserta harus tahu arti namanya sendiri dan kalau tidak tahu wajib sms atau telpon orangtuanya.
Hasilnya, banyak yang "ketawa-ketiwi" saat nama sendiri disebut. Sebagian lagi disambut aplaus karena saking indahnya nama yang dihadiahkan para orang tua. Bertahun-tahun hidup di dunia ternyata mereka baru sadar.
Betapa sederhananya cara kita membalas balas budi dan cinta tak berujung dari orangtua: pertahankan namamu, renungkan makna yang terkandung dan perjuangkan agar dirimu SESUAI dengan nama itu.
Setidaknya sampai kini saya masih terus berjuang memperjuangkan nama yang telah dihadiahkan oleh bapak saya sendiri.
Saya jadikan nabi MOHAMMAD sebagai idola yang patut dianut sepanjang masa. Karena berkat nur-nya, Allah mencipta saya.
Berusaha berlaku lurus, gigih berjuang melawan kemunkaran sekaligus berhati lembut dan selalu mempertahankan islam berlabel ahlussunnah sebagaimana yang dilakukan sultan SALAHUDDIN saat mempelopori perayaan maulid nabi Muhammad.
Serta menjadi usahawan kaya raya yang senantiasa bersabar dalam tiap musibah yang menimpa layaknya nabi AYYUB.
Bagaimana dengan anda?
Selamat berjuang...!!
**** * ****
*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.