Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*
EDUKASIA.ID - Saya selalu sungkan untuk "tilik kaji" kecuali kalau memang terpaksa. Dalam batin, saya kok merasa seperti bagian dari kawanan "perampok salah alamat".
Karena pak haji manapun yang masih "bau pesawat" tak akan tega membiarkan tamunya untuk pulang dengan tangan hampa. Salah alamat karena dua alasan penting:
1) rata-rata para pengunjung lebih berprasangka akan mendapat oleh-oleh daripada dapat cerita atau "sekedar" doa. Padahal Nabi hanya menganjurkan meminta oleh-oleh doa orang yang baru haji maksimal 40 hari sejak kedatangannya.
2) oleh-oleh berupa barang mestinya kan berasal dari daerah yang dituju. Faktanya, perlengkapan ibadah seperti sajadah, tasbih, peci dan bahkan air zamzam sudah dipesankan dulu oleh sang tuan rumah dari toko grosiran souvenir haji di kota sendiri. Dan barang-barangnya pun sebagian produk dalam negeri.
Jadi, sudah rugi karena tidak benar niatnya masih ditambah kerugian lain: barangnya ternyata mestinya bisa kita dapatkan dengan mudah di pasar-pasar. Oleh-oleh kan mestinya barang yang eksklusif.
Nah, pemberian alat-alat ibadah sendiri merupakan fenomena yang perlu dikaji ulang. Karena dalam bahasa satire, itu bisa bermakna banyak:
1) memberi alat ibadah agar yang diberi rajin ibadahnya. Berarti kan dianggapnya para tamu tak lebih rajin ibadahnya daripada yang barusan haji.
2) nah, kalau memang pak haji tahu kita sudah terbiasa rajin ibadah, kemungkinan kedua lebih menge-naskan: kita dikira tak punya cukup uang untuk beli sajadah...
3) yang paling mencurigakan tentunya jika ada pasangan suami istri yang bertamu dan pak haji dengan suka-rela menyerahkan hajar jahanam atau kadal mesir kepada suami istri tadi tanpa diminta... (Mungkin kalau si suami bisa "misuhmisuh" dalam hati plus mbatin: "sakitnya tuh 'di sini'..ji")
Saya bermimpi suatu saat oleh-oleh haji yang konvensional tersebut bisa diganti yang lebih bermanfaat dan berjangka panjang seperti buku-buku bacaan yang mungkin "berbau arab", daripada hanya sekedar rumput fatimah atau kadal mesir.
Kasihan kalau yang dapat oleh-oleh "sangar" tadi salah sasaran. Kambing-kambing betina tetangga perlu dikandangkan dengan aman jika anak pak haji yang masih perjaka ternyata penasaran dengan "batu dari neraka" tadi..
**** * ****
*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.