Ilustrasi: Foto pixabay
Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*
EDUKASIA.ID - Karena saya tak mungkin bisa jadi presiden, saya putuskan minimal setiap hari akan mendoakan siapapun pemimpin bangsa ini.
Saya cinta presiden kali ini karena sama seperti saya: orang biasa dan tak punya bakat jadi presiden. Ini hasil perenungan saya: Pemerintah masa lalu terlihat sukses dengan hasil kerja lima tahunan (alias PELITA) yang luar biasa.Padahal presidennya dibenci rakyat. Sekarang, presiden dicintai rakyat tapi berlaku salah sedikit saja sudah dianggap tak becus. Kenapa?
Mungkin ada hubungannya dengan kebebasan pers. Jika dulu pers dikekang sehingga orang tidak berani berkata atau memprotes apa-apa dan akhirnya memilih untuk menyibukkan diri mendoakan para pemimpin agar selalu bertindak benar.
Jadilah malaikat tak jadi mengadzab negeri ini dengan musibah aneh-aneh karena Tuhan dilobi dengan doa dari jutaan rakyat yang teraniaya. Sekarang?
Pemerintah pusat ataupun daerah yang punya kebijakan non populer saja langsung dikritik habis-habisan di media sosial.
Mulai dari zaman Bu Wati, Pak Bambang sampai sekarang Pak Widodo berkuasa, ada saja musibah silih berganti di negeri.
Ebiet bisa saja benar karena "mungkin Tuhan mulai bosan". Tapi bosannya lain. Bosan "nganggur" karena doa yang dipanjatkan rakyat negeri ini tak sebanyak dulu disebabkan kesibukan kita mengabadikan kegalauan di "tembok ratapan yahudi" versi dunia maya bernama facebook atau menjadi "manusia burung" karena overdosis follower twitter.
"Sajadah panjang" atau "tenda biru" yang dulu terpasang tiap malam tanpa penerangan, kini tergantikan dengan gelaran laptop penuh film dan tablet berisi ragam permainan yang takkan bisa dihabiskan di sepertiga malam.
Ya..benarlah hadis Nabi bahwa Tuhan turun ke langit dunia tiap sepertiga malam. Namun kini hanya untuk menemani kita menunggu fajar sembari bermain game.
Bedanya, kalau Tuhan "Laa ta'khudzuhu sinatun walaa naum" walaupun "begadang semalaman", tapi kalau kita bergegas mengambil bantal dan bangun kesiangan seakan tanpa dosa.
**** * ****
*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.