100 Remah Hikmah (71): Berani Kotor itu Baik

0

Ilustrasi: Foto pixabay

Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*

EDUKASIA.ID - Saya adalah contoh generasi kampung yang tumbuh sejak kecil bersama produk-produk Wings.

Jika mau cuci piring pakainya sabun colek Wings biru dan kalau cuci baju "harus" pakai SO KLIN karena di toko adanya cuma itu. 

Jauh sebelum perusahaan asli indonesia itu dapat saingan yang cukup berat dari produk-produk blasteran indo-eropa milik Unilever. 

Saya sepertinya harus bertemu dengan tim kreatif atau ahli periklanan yang berani meramu kata-kata slogan di atas untuk membantu konsumen agar setia menggunakan deterjen RINSO dalam mencuci pakaian. 

Merekalah yang mestinya bertanggungjawab atas banyaknya penyalahgunaan terhadap kalimat tersebut. 

Contohnya ketika ditafsiri menjadi "berani (bertindak) kotor itu baik". Sudah baik...dapat remisi pula. 

Itu kan yang diwacanakan menteri hukum & HAM negara ini sebagai ganjaran khusus kepada para koruptor atas kreatifitas mereka berani kotor. 

Tindakan kotor itu mungkin semacam evaluasi karena penafsiran sebelumnya sudah tidak relevan: "berani (berkata) kotor itu baik". 

Mereka (atau juga kita) setidaknya punya segudang kata-kata kotor yang siap dilontarkan kapan saja. Apalagi kalau suasana hati sedang tidak karuan. 

Saya pun jika jadi anggota dewan akan sangat marah dan mengatai KPK atau gubernur saat dituduh telah korupsi pengadaan UPS misalkan. 

Dari mulut keluar umpatan..dan dalam hati mengumpat juga: "enak aja nuduh sembarangan..kalau gue sih cuma sempat korupsi USB.." 

Dan perkataan kotor biasanya tidak sengaja terlontar karena (mungkin) keseringan berpikiran kotor. 

Entah kita patut berbangga atau gimana karena negara ini selalu sukses menduduki ranking atas dalam kategori "pengakses situs2 internet yang bisa menyulut pikiran-pikiran kotor". 

Celakanya, kita mendudukkan sebagian dari mereka itu di kursi-kursi dewan. Kalau sudah begitu kenapa mereka dipersalahkan gara2 punya tafsiran: "berani (berpikir) kotor itu baik"..? 

Saya jadi merasa kasihan karena mungkin masa kecil mereka tak pernah ikut pramuka atau terlupa pada Dasadharma Pramuka yang kesepuluh: Suci dalam pikiran..perkataan..dan perbuatan.. 

Muaranya adalah adanya kesamaan prinsip antara para pengiklan deterjen dan para pejabat: sama-sama mengklaim sebagai yang paling bersih! 

Itu secara otomatis dalam bahasa tasawufnya: menganggap yang lain lebih kotor.. Dari sudut pandang lain mungkin iya oknum-oknum itu bersih. 

Sampai-sampai kitab catatan amal baik mereka "anti noda" karena bersih dari segala goresan kebaikan. 

Na'udzu billah. Hanya kepadaMu lah ya Tuhan..kami mohon pertolongan.


**** * ****

*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)
Pixy Newspaper 11

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top