Penulis: Salahuddin Ibnu Sjahad*
EDUKASIA.ID - Garis finish perjuangan mungkin sama dari sekian banyak manusia. Tapi kemampuan, cara dan motif tiap orang pasti beda dalam menjangkau garis finish tersebut.
Saya teringat kata-kata ampuh yang sering dipakai para motivator: jadilah yang pertama atau yang terbaik! Be the first or do the best.
Dalam perlombaan yang tidak memungkinkan saya untuk curi start (semisal lomba lari) maka cara satu-satunya adalah menjadi yang tercepat mencapai finish dengan cara yang sehat, dan bukan saling sikut atau saling jegal.
Adakah cara agar orang selalu ingat bahwa kitalah yang pertama walaupun sebenarnya ada yang lebih awal melakukannya?
Ada! Tapi yang lebih mudah adalah berusaha untuk mengambil opsi kedua, walaupun menjadi yang terbaik sepertinya sangat sulit.
Paling tidak, di pasaran banyak cara yang telah ditulis atau dipublikasikan tentang bagaimana cara menjadi yang terbaik, daripada cara untuk menjadi yang pertama. Kita tak mungkin memaksa Allah untuk mengilhamkan ide baru yang benar-benar orisinil hanya untuk kita.
Lagipula belum tentu kita mampu mengimplementasikan “cara agar bisa menjadi yang pertama” tersebut. Jadilah yang pertama karena anda akan dikenang selamanya. Kalau tidak, jangan takut jadi pengikut, karena mungkin saja anda kelak menjadi yang terbaik dari yang pernah ada.
Tapi jangan pernah sekali-kali berdoa memohon agar bisa menjadi yang pertama dan yang terbaik sekaligus. Tokoh pratama dan utama. Itu akan menyengsarakan generasi penerus anda.
Akan banyak sekali orang yang terzakimi jika doa itu benar-benar terwujud karena yang ter-baik hanya muncul di awal saja tanpa ada penerus yang lebih baik.
Itu seperti grup band atau solois yang muncul dan tenar berkat single lagu pertama dan lantas tenggelam karirnya. Senada ketika anda menjelek-jelekkan Jokowi, SBY, Megawati dll karena menganggap bahwa Soekarno-lah presiden Indonesia terbaik yang pernah ada.
Padahal anda belumlah lahir ketika satu-satunya presiden yang berpoligami itu memerintah selama kurang lebih 20 tahun lamanya. Saya selalu berdoa dan berusaha untuk menjadi yang terbaik dari yang pernah ada, bukan yang belum ada.
Kita akan kesusahan sendiri ketika ternyata orang-orang setelah kita 166aka da yang lebih baik. Hidup ini tidaklah seru jika tidak ada yang memecahkan rekor kita. Cukuplah nabi Sulaiman yang “egois” dalam doanya:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.”
Berdoalah dengan wajar seperti halnya doanya nabi Muhammad:
“Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”
Kita tahu bahwa nabi Muhammad adalah makhluk pratama dan nabi yang utama. Makhluk pratama karena memang nur Muhammad-lah ciptaan Allah yang pertama, sebelum arsy, langit, bumi ataupun malaikat.
Sebagai nabi utama karena tiada lagi nabi setelahnya dan penyempurna ajaran yang dibawa nabi-nabi sebelumnya. Kita sudah punya contoh yang sempurna.
Tinggal kita, mau menirunya atau mengabaikan sunnah-sunnah rasul yang begitu banyaknya.
*Salahuddin Ibnu Sjahad atau Mohammad Salahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Tafsir di MAN Sumenep, peraih beasiswa studi S2 melalui Beasiswa Indonesia Bangkit di UIN Sunan Kalijaga. Tulisan ini merupakan kompilasi statusnya di Facebook yang kemudian dijadikannya buku berformat PDF, diberinya judul "100 Remah Hikmah: Secuil Cerita dan Sudut Pandang Baru dalam Menikmati Rutinitas Kehidupan."
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.