Tradisi Apitan, Kearifan Lokal di Demak yang Tetap Lestari

0


Tradisi Apitan di Demak: Foto. Pkspl IPB University

Penulis: Mg. Agustin Fajariah Asih

EDUKASIA.ID - Tradisi Apitan yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Demak kembali dilaksanakan, Jum'at (23/08/24).

Mengutip Skripsi Mokhammad Maemun, tradisi Apitan merupakan wujud rasa syukur masyarakat Demak atas limpahan rezeki dari hasil bumi yang mereka peroleh sepanjang tahun.

Acara ini biasanya dilaksanakan pada bulan Apit, yaitu bulan ke-10 dalam kalender Jawa, yang dipercaya sebagai waktu yang tepat untuk memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Bulan Apit adalah nama lain untuk bulan Dzulqa'dah dalam kalender Hijriyah, yang berada di antara bulan Syawal dan Dzulhijjah. Masyarakat Jawa menyebutnya bulan Apit karena letaknya antara Idul Fitri dan Idul Adha. Nama Apitan juga diambil dari bulan Apit, yang diapit oleh dua bulan yang masing-masing memiliki hari raya.

Dalam rangkaian tradisi ini, warga dari berbagai desa berkumpul di pusat-pusat kegiatan desa masing-masing. Mereka membawa berbagai hasil bumi, seperti padi, jagung, dan buah-buahan, yang disusun rapi di atas gunungan.

Gunungan tersebut kemudian diarak keliling desa sebelum akhirnya dibagikan kepada masyarakat sebagai simbol kesejahteraan dan kebersamaan.

Menurut Slamet, salah satu tokoh masyarakat setempat, Tradisi Apitan bukan sekadar acara adat, tetapi juga sebagai sarana mempererat tali silaturahmi antar warga. 

"Ini adalah momentum bagi kami untuk saling mengenal dan menjaga persatuan di tengah perbedaan. Dengan adanya tradisi ini, masyarakat jadi lebih peduli satu sama lain dan saling membantu," ujarnya.

Wawancara dengan Siti, seorang warga Desa Bonang, juga mengungkapkan hal serupa. 

"Tradisi Apitan ini adalah warisan nenek moyang kami yang harus tetap dijaga. Selain sebagai bentuk rasa syukur, acara ini juga mengajarkan kami pentingnya kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat," katanya.

Rozikin, salah satu warga Demak menyampaikan bahwa tradisi Apitan merupakan tradisi wayang kulit dan sedekah bumi.

"Tradisi wayang kulit dan sedekah bumi yang dijadikan satu. Dari pagi sampai dini hari," ujarnya. 

Lanjut, Ia juga menuturkan bahwa tradisi ini dilaksanakan satu tahun sekali.

"Tradisi ini dilaksanakan satu tahun satu kali aja. Namun, di satu bulan full, itu dibagi tiap desa di Demak. Jadi itungannya setiap hari di bulan itu tapi satu desa satu hari," jelasnya. 

Acara puncak dari Tradisi Apitan adalah pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Doa tersebut dipanjatkan sebagai bentuk syukur dan permohonan agar seluruh warga desa selalu diberi kesehatan, keselamatan, dan rezeki yang melimpah.

Meskipun zaman telah banyak berubah, Tradisi Apitan di Demak tetap bertahan dan bahkan semakin meriah dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Demak.

Bupati Demak, Hadi Wibowo, menyampaikan apresiasi kepada seluruh warga yang telah menjaga kelestarian tradisi ini. 

"Tradisi Apitan adalah kekayaan budaya yang harus kita lestarikan. Ini adalah identitas kita sebagai masyarakat Demak yang religius dan menghargai kebersamaan," ucapnya.

Dengan semangat yang terus terjaga, Tradisi Apitan di Demak diharapkan akan terus berlangsung dari generasi ke generasi, menjadi salah satu warisan budaya yang tak ternilai harganya.


Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)
Pixy Newspaper 11

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top