Esai Reflektif: Menafsirkan Luka di Balik Lagu 'Menangis di Jalan Pulang'

Foto: Youtube

Penulis : Mg Eka Fitria Lusiana

EDUKASIA.ID - Aku menutup malam dengan seduhan kopi sembari membereskan seluruh ingatan tentangmu. Sebelum desir lagu “Menangis di Jalan Pulang” karya Nadin Amizah, menyeretku untuk kembali mengujungi masa lalu, tempat di mana segala ingatanmu bersemayam.

Aku memaknai lagu ini sebagai bagian dari perpisahan serta mengenang pertemuan terakhir kita, kala itu. Lagu pilu yang membuatku terkesima pada setiap bait yang terlukis.

Lagu dan serapah terdengar di mobilmu
Saling mencekik, mencerna kata makian

Ingatanmu telah menjamur bersama dengan percakapan-percakapan kita yang terekam jelas. Saling menyalahkan, saling melempar kata yang tak pantas. Sama-sama saling menghakimi satu sama lain.

Di perjalanan itu, sunyi berubah menjadi sendu yang saling berpelukan. Menorehkan tangis dan sepenggal ingatan tentang kita yang saling mengucap perpisahan dalam diam.

Jangan, jangan ucap kata itu lagi
Jangan lupa, kita saling mencintai

Dan kemudian, Kita saling mengalihkan pandang, seolah sedang berpikir, apa yang sebenarnya sedang kita ributkan?

Di detik berikutnya kita hanya membisu, berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan, hingga lupa bahwa sebelumnya kita tak pernah mempertanyakan, “Apa alasan kita saling mencintai?”.

Lagu-lagu itu berdesir bagai sayatan luka yang semakin perih.

Dan Senayan menjadi saksi
Bodoh dan sayang, hancur lebur kita terjadi
Kita menangis di perjalanan pulang
Mencari jalan tak pernah sampai tujuan
Terlanjur hangus, terburai, dan berantakan

Jalanan itu menjadi saksi atas pertengkaran kita yang tak kunjung menemui titik temu. Kita gagal untuk saling memaafkan. Aku terlanjur tersesat, dan pulang tanpamu. Malam turut menemani serta menyamarkan tangisku. Lantas kau beranjak pergi tanpa berbekal senyumku, tanpa lambaian tangan manis menutup harimu. Kita telah hancur lebur. Kita kalah menunda perpisahan itu.

Saling cela, saling luka
Lupa apa arti kata cinta

Bunyi-bunyi menyeramkan yang keluar dari mulutmu menjadi racun yang terus kubawa dalam langkah pulang itu. Kita lupa bahwa memaafkan dan memperbaiki adalah bagian dari cinta yang tak pernah kita pelajari. Dua hal itu adalah bab yang kita lewati. Padahal, aku tak pernah terlepas membaca matamu, dan kau melewatkan membaca perasaanku.

Sudah lelah, sudah muak
Badai kita takkan kunjung reda

Ataukah kita sedang tersesat bersama? menempuh perjalanan panjang tanpa saling mengingatkan untuk beristirahat sebentar? Bahkan sekadar mendengar cerita mengenai hari yang melelahkan. Barangkali kita terlalu bosan untuk terus bercanda mengenai perasaan. Kita saling menyalahkan, pun tak ada yang mau mengalah, hingga kemudian kita terurai dan berantakan di kemudian.

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top