Kisah Kesederhanaan KH. Zaenal Asyikin, Perintis Ponpes Raudlatut Thalibin Tugurejo Semarang

Pendiri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu, KH. Zaenal Asyikin bersama. Foto ist.

EDUKASIA.ID - Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu, yang terletak di jalur Pantura Semarang-Jakarta, telah lama menjadi pilihan utama mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang sebagai tempat tinggal selama menempuh pendidikan tinggi. 

Meski banyak pesantren mahasiswa baru bermunculan, PPRT tetap memiliki reputasi yang kuat di kalangan mahasiswa UIN Walisongo.

Menariknya, pesantren ini awalnya tidak didesain sebagai pesantren mahasiswa seperti sekarang. Pada awalnya, bangunan yang didirikan pada tahun 1983 ini dirancang sebagai asrama untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Hasanuddin 6 Tugurejo. 

Namun, lokasi strategis yang dekat dengan UIN Walisongo membuat banyak mahasiswa tertarik untuk tinggal di sana. Pesantren ini resmi dibuka pada tanggal 24 Mei 1984, dengan 25 santri pertama yang belajar di bawah bimbingan KH. Zaenal Asyikin, KH. Mustaghfirin, dan KH. Abdul Kholik.

Para santri awal ini tak hanya mengaji kitab kuning seperti Tafsir Jalalain, Riyadussalihin, hingga Bulughul Marom, tetapi juga hidup dalam suasana yang kental dengan nilai-nilai kesederhanaan yang diteladankan langsung oleh KH. Zaenal Asyikin. Kesederhanaan inilah yang menjadi salah satu daya tarik bagi para santri dan mahasiswa yang memilih untuk nyantri di sana.

Kisah Kesederhanaan KH. Zaenal Asyikin

Selain peran sentralnya dalam mengembangkan Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu, KH. Zaenal Asyikin dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. 

Kesederhanaan ini tak hanya tercermin dalam cara beliau memimpin pesantren, tetapi juga dalam interaksi keseharian beliau dengan masyarakat, santri, bahkan para alumni yang mengenangnya dengan penuh hormat.

Salah satu alumni pesantren, Arief, menceritakan sebuah kisah yang menggambarkan bagaimana KH. Zaenal Asyikin sangat menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran. 

Suatu ketika, saat Arief masih berjualan pulsa di pondok, KH. Zaenal Asyikin membeli pulsa. Karena rasa hormat, Arief mencoba memberikan pulsa tersebut secara gratis. Namun, dengan tegas KH. Zaenal Asyikin menolak, sambil berkata, "Kamu itu berdagang, jangan begitu." 

Siang ke Tambak, malam mengasuh pengajian

Di balik peranannya sebagai kiai besar, KH. Zaenal Asyikin juga dikenal sebagai petani tambak. Kesederhanaannya tergambar jelas dalam kegiatan sehari-hari saat beliau pergi ke tambaknya, tidak dengan fasilitas mewah atau ditemani oleh orang lain, hanya aat memanen atau saat tertentu ditemani oleh santri. 

Beliau pergi ke tambak layaknya seorang nelayan, mengenakan celana training, berkalungkan sarung, dan bercaping, tanpa merasa risih atau merasa harus tampil lebih istimewa karena statusnya. Ia mengayuh perahu sendiri dari muara ke tambak, menunjukkan betapa mandiri dan rendah hatinya sosok ini.

Banyak orang yang tidak menyangka bahwa KH. Zaenal Asyikin, yang sering dilihat mengurus tambaknya seperti nelayan pada umumnya, sebenarnya adalah seorang ulama yang dihormati dan memiliki banyak santri. 

Kesederhanaan inilah yang membuat beliau begitu dicintai dan dihormati, tidak hanya oleh para santrinya, tetapi juga oleh masyarakat sekitar.

Pendirian dan Pengaruh Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu

Keberadaan Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu tidak bisa dipisahkan dari kontribusi besar KH. Zaenal Asyikin. Pesantren ini merupakan wujud dari impian guru beliau, KH Ahmad abdul Hamid dari, Kendal yang ingin mendirikan pesantren di Tugurejo. 

Tanah wakaf dari bebera dermawan yaitu Nyai Hj. Qomariyah,  KH Abdul Qodir, Hj. Chodijah, dan Hj. Ji'ronah menjadi dasar berdirinya pesantren ini, yang kemudian berkembang pesat dengan dukungan dari berbagai tokoh, termasuk KH. Achmad Abdul Hamid Kendal. 

Sejak awal berdirinya, pesantren ini menjadi rumah bagi banyak mahasiswa dan santri yang berasal dari berbagai daerah. Para alumni Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu kini tersebar di berbagai wilayah Indonesia, bahkan ada yang menjadi ulama di Malaysia. 

Kehadiran alumni-alumni yang berkiprah di berbagai bidang membuktikan bahwa meskipun pesantren ini sederhana, pengaruhnya sangat besar dalam mencetak generasi intelektual dan tokoh masyarakat.

Haul dan Kenangan Abadi

Setiap tahun, alumni-alumni Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu berkumpul di acara haul KH. Zaenal Asyikin yang diselenggarakan pada bulan Rabiul Awal. Haul ini menjadi momen penting bagi para santri dan masyarakat sekitar untuk mengenang jasa-jasa beliau. 

para santri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu menzarahi makam KH. Zaenal Asyikin saat haul. foto ist.

KH. Zaenal Asyikin, dengan segala kesederhanaannya, berhasil membangun pesantren yang kini menjadi salah satu rujukan utama bagi mahasiswa UIN Walisongo Semarang, serta mencetak generasi penerus yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak mulia sesuai dengan teladan yang beliau berikan.

Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu adalah cerminan dari semangat pengabdian KH. Zaenal Asyikin, yang meskipun sederhana dalam keseharian, meninggalkan warisan besar bagi umat dan dunia pendidikan Islam di Indonesia.

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top