Mengenang Kyai Mustaghfirin, Tetap Mengajar Meski Hanya Dihadiri Dua Santri

Sosok tauladan, almaghfurlah Drs. KH. Mustaghfirin, pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin saat reuni alumni. Foto Ist.

EDUKASIA.ID - Keteladanan sosok pengasuh menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi sebuah institusi pondok pesantren.

Para santri umumnya mencari pondok pesantren yang tak sekedar berkurikulum bagus, tapi juga terdapat figur kyai yang akhlaknya patut ditiru.

Figur kyai pesantren yang menjadi suri tauladan bagi para santri salah satunya adalah Drs. KH. Mustaghfirin, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu Semarang.

Salah satu yang paling utama dari Yai Rin, sapaan kyai yang juga petambak itu, adalah keistiqomahan atau konsistensinya dalam mengajar para santri. 

Selama bertahun-tahun, selepas subuh, Yai Rin mengajar santri dengan materi Tafsir Jalalain, pada aula pondok pesantren yang berada di Tugurejo, dekat dengan RSUD dr Adhyatma MPH.

Pada pengajian kitab kuning dengan sistem klasikal tersebut, Yai Rin menjelaskan kata demi kata dari salah satu kitab tafsir rujukan utama pondok pesantren salaf itu.

Alih-alih berhenti atau bosan, Kyai yang pernah menjadi dosen di UIN Walisongo (dulu masih bernama IAIN) tersebut tetap mengaji, meski di aula belum ada satupun santri yang menunggu, dan hanya diikuti satu atau dua santri saja.

Kadang ada yang menunggu lebih dulu di aula tempat mengaji, biasanya lurah pondok, yang juga bertugas melakukan reminder ‘ngobraki’ santri untuk segera merapat ke tempat pengajian.

Meski selalu datang pertama kali ke tempat mengajar kitab kuning itu, Yai Rin tetap bersemangat, dan tak pernah sekalipun menyindir keterlambatan santri, atau berkata menyinggung hati mereka.

Tak elitis dan menghargai santri

Meski dalam posisi sebagai kyai, tak lantas membuat Yai Rin bersikap elitis, sesuai dengan pepatah Jawa 'ojo dumeh'.

Sosok murah senyum tersebut senantiasa menghargai para santri dan alumni pondok pesantren yang diasuhnya.

Salah satu alumni, Arief, menceritakan bahwa dalam berbagai kesempatan betapa ia merasa dihargai, salah satunya yang membuat is terkesan ketika Yai Rin mengunjunginya saat ia hendak pergi haji, beberapa bulan sebelum Yai Rin Wafat.

Yai Rin bersama istri. Foto Ist.

“Beliau yang pertama kali mendatangi dan mendoakan saya ketika tahu mau berangkat haji, jelang Maghrib bersama bu nyai beliau mendatangi rumah kami, santri tiba-tiba didatangi oleh kyainya, siapa yang tidak terharu coba? ” ungkap Arief dengan nada sedih.

Menurutnya banyak sosok kehilangan, meski bukan santri atau warga setempat.

“Saat ada berita yai Rin meninggal, saya ditelpon oleh teman yang tak ada hubungannya sama sekali dengan beliau, sekan terpukul dengan wafat beliau,” sambungnya.

Pesan terakhir dalam kajian untuk warga 

Selain mengasuh pondok pesantren, Yai Rin juga rutin mengisi kajian tiap pekan di rumahnya, samping masjid besar Al Amin Tugurejo. Salah satu wujud keteladanan kyai yang tak elitis, berkhidmat dan bermanfaat langsung pada masyarakat.

Bahkan, persis sepuluh hari sebelum wafat, dalam kondisi sakit, Yai Rin masih Istiqomah mengisi kajian untuk warga.

Pada kajian yang terakhir tersebut, Yai Rin mengangkat sebuah tema yang seakan menjadi kode proses kembalinya manusia pada ilahi Rabbi, yakni tentang tujuh golongan orang yang dilindungi dari teriknya matahari saat berada di Padang Mahsyar.

Yai Rin mengisi pengajian di rumahnya, tepat 10 hari sebelum wafat. Foto Ist.

Hal tersebut diceritakan oleh Ust. H. Qolyubi Asyikin, saat mengikuti pengajian di rumah Yai Rin 

“Pada pengajian terakhir, beliau mengulas tentang golongan yang dinaungi dari terik matahari saat di Padang Mahsyar,” ujarnya.

Tujuh golongan sebagaimana dijelaskan Yai Rin dalam pengajiannya diantaranya Imam yang adil, Pemuda yang tunduk dengan beribadah kepada Allah, lalu seorang laki-laki yang hatinya digantungkan di masjid, yaitu selalu senang beribadah ke masjid.

Selanjutnya adalah dua orang laki-laki yang berkumpul untuk ibadah dan berpisah juga karena Allah, lalu seorang lelaki yang takut akan melanggar perintah Allah saat digoda oleh perempuan, dan orang yang merahasiakan sedekahnya.

Golongan yang terakhir adalah seseorang yang saat mengingat Allah takut akan siksaan api neraka.

Sayangnya, Yai Rin sosok Istiqomah dalam mengasuh santri dan warga telah kembali ke ilahi Rabbi, beserta seluruh amal kebaikannya, dalam usianya ke 65 tahun, pada Selasa malam, 15 Oktober 2024. 

Selamat jalan Yai, semoga tumbuh makin banyak bibit-bibit kyai Istiqomah dan ikhlas berdakwah pada santri dan umat.

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top