EDUKASIA.ID - Embun masih menempel pada dedaunan, pandangan pagi itu juga masih terbatas gelapnya sisa malam. Namun, sepagi itu Abdul Rohman sudah mulai mengeluarkan motornya untuk dipanaskan.
Setelah mengepak bekal sarapan untuk dimakan di sekolah, serta menyiapkan tas ransel berisi sumber belajar dan keperluan perjalanan ke Kota Semarang, ia berpamitan pada istri dan anaknya, Abdul Rohman pun men-starter motornya.
Rutinitas itu dilakoni oleh Abdul Rohman setiap pagi selepas subuh jelang jam enam.
Guru swasta pada MI Miftahul Akhlaqiyah, salah satu madrasah di Ngaliyan, Kota Semarang itu, menempuh jarak tak kurang 32 kilometer setiap pagi. Perjalanan dimulai dari rumahnya di Gubug Grobogan, hingga ke tempatnya mengajar di Ngaliyan, ujung barat Kota Semarang.
Bosan dan capek, mungkin itu yang tergambar pada sebagian orang. Nyatanya, Abdul Rohman menjalani rutinitas tersebut selama hampir 20 tahun, ya, hampir dua dasawarsa!
“Yang namanya bosan, ya bosan,” kata Abdul Rohman kepada EDUKASIA.ID, ketika ditanya ihwal rutinitas harian yang sduah berlangsung lama itu
“Kadang sewaktu-waktu ya bosan, kadang semangat, manusia memang seperti itu,” jelas guru itu dengan dengan tersenyum, seperti tanpa beban.
Namun, kenapa rutinitas seperti itu tetap dijalani pria yang berusia hampir kepala lima itu? Jarak tempuh yang diakumulasi sekitar 64 kilometer setiap hari jelas melelahkan.
Bagi sebagian orang memang beranggapan demikian, namun lain halnya dengan Abdul Rohman. Baginya, rutinitas menjalani profesi guru swasta seperti itu sudah dipertimbangkannya.
“Alasan pertama mencari ilmu sekaligus mengamalkan, bukankah perintah agama seperti itu? Jadi saya tetap berusaha mencari ilmu dan seberapapun ilmu yang saya miliki, kalau bisa bermanfaat bagi orang lain, ya saya salurkan,” ungkap alumni Fakultas Tarbiyah UIN (dulu IAIN) Walisongo itu.
Abdul Rohman juga menceritakan hal yang tak didapatkan jika tak melakukan rutinitas seperti selama ini.
“Kalau dilakukan dengan enjoy, kalau kita nikmati rasa lelah hilang.
Apalagi kalau sudah di sekolah ketemu anak-anak, rasa lelah selesai,” tukas pria yang memiliki bakat tilawah itu.
Lantas, bagaimana dengan nominal pendapatan? Lagi-lagi, Abdul Rohman yang mengajar di MI swasta itu bercerita dari sisi spiritual. Ia meyakini pendapatan akan dicukupkan selama mau bersyukur.
“Alhamdulillah bagaimanapun seberapapun nafkah kita, kalau bersyukur,ya pasti cukup,” jelas Abdul Rohman.
Saat ini, Abdul Rohman memang sudah bersertifikat pendidik sehingga berhak menerima tunjangan profesi guru, namun tentu gaji di lembaga swasta tak setinggi dengan guru PNS, juga jaminan keberlanjutan karirnya, belum lagi jaminan hari tuanya.
Meski demikian, fakta bahwa Abdul Rohman masih tetap istiqomah menjalani profesi guru selama hampir dua dasawarsa, membuktikan bahwa meski tak membuat kaya, tapi menjalani profesi guru dengan keikhlasan dan rasa syukur ternyata memberikan kecukupan nafkah keluarga.
“Tetap semangat, insya Allah berkah dan Allah SWT meridhoi,” pungkasnya.
Selamat Hari Guru!
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.