Tren Fashion Mahasiswa dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

0
Ilustrasi tren fashion di kalangan mahasiswa. Foto Pixabay

Penulis: Faridatul Muawanah, mahasiswa Prodi Sosiologi Agama UIN SATU Tulungagung

EDUKASIA.ID - Tren fashion adalah gaya berpakaian yang sedang populer dan banyak diikuti oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu. Setiap tahun, tren fashion berubah-ubah, konsumen tidak ingin memakai baju dengan model yang sama dengan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat gemar membeli pakaian yang sedang tren di media tertentu. 

Hal tersebut tentu sangat menguntungkan bagi produsen fast fashion. Produsen-produsen akan mengeluarkan model baru setidaknya enam sampai delapan minggu sekali. 

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi perkembangan dunia fashion, diantaranya media sosial, dunia entertainment, internet, dunia bisnis, dunia musik. 

Terkait pengaruh media sosial terhadap tren fashion, beberapa mahasiswa memberikan pendapat mereka, salah satunya Aisyah. Menurutnya ia membeli produk fashionn dari sosmed. “Kalau saya itu biasanya cari inspirasi outfit itu di TikTok atau Instagram, dan hampir setiap hari lihatnya. Karena main sosmed setiap hari pastinya sering lewat,” ujarnya. 

Mahasiswi lain, sebut saja N juga memberikan pernyataan yang sama terkait pengaruh media sosial. “Biasanya juga dari Instagram, kadang juga dari foto katalog brand,” ujarnya. 

Penjelasan dari para mahasiswi tersebut membuktikan, media sosial memiliki pengaruh terhadap tren fashion, terutama dikalangan mahasiswa. 

Berhubung mayoritas mahasiswa mendapatkan inspirasi dari media sosial, produsen fashion semakin tertantang untuk membuat produk baru yang sedang trending. Sehingga tidak jarang ditemui brand satu dengan yang lainnya mengeluarkan produk serupa. 

Indah, mahasiswa lain menyebut lebih memilih membeli di marketplace dengan beberapa pertimbangan.“Biasanya beli baju di TikTok Shop, karena lebih murah, lebih fashionneble dan lebih bagus,” jelas Indah. 

Beberapa platform e-commerce menampilkan produk sesuai pencarian teratas sehingga hal inilah yang membuat para mahasiswa merasa lebih relevan berbelanja di e-commerce daripada di toko offline.

Dampaknya, mahasiswa cenderung menjadi konsumerisme dan berdampak buruk pada lingkungan. Tidak hanya sampah plastik, dewasa ini sampah dari industri tekstil turut menyumbang volume tinggi di dunia. Dilansir dari Fibre2Fashion, di tahun 2020 terdapat sekurangnya 18,6 juta ton limbah tekstil yang dibuang. Mahasiswa rata-rata akan membuang 60% pakaiannya setelah 1 tahun pemakaian. 

Sedangkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), sampah kain menyumbang 2,5 total volume sampah. Meskipun demikian, tindakan membuang sampah pakaian diprediksi akan semakin melonjak. 

“Saya beli baju biasanya satu bulan, 1-2 kali dan saya tidak tahu apabila di Indonesia volume sampah pakaian meningkat (red),” ujar Dini. 

Terkait hal ini, mahasiswa lain, Asnal membeberkan pendapatnya. “Untuk saat ini saya belum tahu, karena sampah itu kan bukan tergolong sampah tekstil saja yang biasanya di sungai-sungai itu tidak hanya sampah tekstik saja kan ya ada sampah organik dan anorganik dan tercampur”, 

Berdasarkan pernyataan dari teman-teman mahasiswa di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidaktahuan mereka terkait permasalahan sampah tekstil di Indonesia yang terus melonjak mengakibatkan mereka menjadi semena-mena dan tidak memikirkan dampak jangka panjang.

*Redaksi menerima tulisan esai, berita maupun konten lainnya, kirimkan melalui teks Whatsapp: 085640418181

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.

Posting Komentar (0)
Pixy Newspaper 11

buttons=(Accept !) days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top