Jakarta. EDUKASIA.ID - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto menyebut, visi Indonesia Emas 2045 adalah komitmen pihaknya untuk membawa Indonesia menjadi negara maju yang berperan aktif dalam membangun perdamaian dunia.
Hal tersebut disampaikan presiden Prabowo melalui pesan yang dibacakan Menteri Agama, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., dalam acara Opening Ceremony of the International Conference on Humanitarian Islam yang berlangsung di Balairung Universitas Indonesia (UI), Selasa (5/11/2024).
"Dalam hal ini, Humanitarian Islam menjadi pilar penting untuk menuju visi tersebut melalui dialog, kerja sama, dan pembinaan hubungan antarbangsa yang damai. Indonesia siap berkontribusi pada terciptanya dunia yang harmonis, bebas dari konflik dan penuh dengan semangat kemanusiaan,” jelas Presiden Prabowo melalui Menteri Nasaruddin., dilansir dari laman UI.
Dalam pesannya, Presiden menekankan bahwa Humanitarian Islam bukan hanya warisan lokal, melainkan pesan global yang mengajak umat manusia untuk kembali pada fitrah yang penuh kasih, keadilan, dan kebijaksanaan.
“Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam merawat kebangsaan. Melalui konferensi Humanitarian Islam, Indonesia siap berbagi inspirasi dan praktik terbaik untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan berkeadilan. Selamat atas terselenggaranya konferensi ini, semoga dapat melahirkan semangat dan menghadirkan manfaat besar bagi kita semua dan menjadi pijakan yang kuat untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah dan harmonis,” sambung Presiden.
International Conference on Humanitarian Islam atau Mukatmar al-Duwali Islam lil Insaniyah adalah konferensi yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bekerja sama dengan UI dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV).
Kegiatan ini berlangsung di Hyatt Hotel Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, pada 5–6 November 2024, yang dihadiri oleh sejumlah kyai, cendekiawan, dan akademisi internasional dari Amerika Serikat (AS), Eropa, Kanada, Australia, dan Asia Tenggara.
Para delegasi yang hadir adalah Professor Robert W. Hefner (Boston University AS), Professor Greg Barton (Deakin University Australia), K.H. Dr. Afifuddin Muhajir (Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbono Jawa Timur), K.H. Dr. Abdul Ghofur Maimoen (Pesantren Al Anwar Rembang Jawa Tengah), Professor Rüdiger Lohlker (University of Vienna Austria), Professor James B. Hoesterey (Emory University AS), Professor Amanda tho Seeth (Humboldt University of Berlin Jerman), Professor Nelly van Doorn-Harder (Wake Forest University AS), Professor Ismail Fajrie Alatas (New York University), Professor Timothy Shah (CSCV), dan Prof. Ahmad Syafiq (UI).
Ketua Umum PBNU sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat UI, K.H. Yahya Cholil Staquf, mengatakan bahwa kegiatan konferensi ini bertujuan untuk mengenalkan wajah Islam yang moderat, inklusif, dan berbasis nilai-nilai kemanusiaan universal demi menciptakan kesejahteraan dan perdamaian dunia.
Gagasan Humanitarian Islam diusung sebagai implementasi skala global dari ajaran Ahlusunnah wal Jamaah an-Nahdliyah atau Aswaja an-Nahdliyah tentang tawasuth (tengah-tengah), tasamuh (toleransi), tawazun (berimbang), dan i‘tidal (adil).
Gagasan ini merupakan kelanjutan dan penguatan dari konsep khittah NU 1926, Pribumisasi Islam, Islam Rahmatan lil ‘Alamin, Islam Nusantara, serta Fiqh Peradaban yang sejalan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Humanitarian Islam atau Islam lil insaniyah dicetuskan sejak 10 tahun lalu oleh elemen-elemen Nahdlatul Ulama. Gerakan ini menawarkan solusi berbasis karakter Islam Nusantara atau Islam Indonesia yang damai dan ramah bagi dunia yang semakin kompleks akibat pergeseran geopolitik, maraknya populisme berbasis agama dan rasisme, meningkatnya ancaman kekerasan dan perang, serta kesenjangan dan kemiskinan global. Untuk itu, kita memerlukan Humanitarian Islam yang tidak hanya fokus pada tataran konsep, tetapi juga terhadap langkah konkret dan instrumen yang tepat,” ujar Gus Yahya.
Gagasan Humanitarian Islam diharapkan menjadi salah satu landasan pokok dalam menghadirkan perdamaian dunia. Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, mengatakan bahwa hanya melalui pendekatan antarbudaya, dunia yang adil dan harmonis dapat terbangun, di mana semua orang—terlepas dari latar belakang budaya atau agama—dapat hidup dengan damai dan penuh pengertian.
Hal tersebut karena filsafat antarbudaya menekankan pada tiga hal, yakni keterbukaan, saling menghargai, dan kesadaran kritis. Dengan filsafat ini, Indonesia dapat menunjukkan pada dunia bahwa Islam bukanlah ancaman, melainkan solusi bagi perdamaian dunia.
Indonesia berperan sebagai perintis dalam mendukung dialog lintas agama, menyuarakan anti kekerasan, dan mempromosikan Islam yang berlandaskan pada kemanusiaan sebagai alternatif bagi dunia yang dilanda konflik berkepanjangan.
Konferensi ini diharapkan menghasilkan karya ilmiah yang bukan saja penting bagi perbincangan intelektual di tingkat internasional, tetapi juga memberikan arah strategis bagi pengembangan dan perluasan misi humanitarian.
“UI berada di barisan terdepan untuk ikut serta mendorong semangat ini, baik dalam kapasitasnya sebagai lembaga akademik, sekaligus juga sebagai bukti dari Dharma Pendidikan Tinggi untuk permasalahan kemanusiaan yang lebih luas. Mari kita menyerukan semangat Rahmatan lil ‘Alamin dalam kehidupan sehari-hari karena masing-masing kita adalah agen perubahan yang membawa wajah kemanusiaan yang mengedepankan perdamaian dan kasih sayang. Selamat berkonferensi, untuk kepentingan bangsa Indonesia dan umat manusia,” ujar Prof. Ari.
Opening Ceremony of the International Conference on Humanitarian Islam turut dihadiri oleh sejumlah petinggi negeri, di antaranya Menteri Luar Negeri, Letnan Satu Inf. (Purn.) H. Sugiono., B.Sc., M.Sc; Menteri Sosial, Drs. K.H. Saifullah Yusuf; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Choiri Fauzi; Menteri Perlindungan Pekerja Migran, H. Abdul Kadir Karding, S.PI, M.Si.; Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro; Sekretariat Liga Muslim Dunia (MWL) Asia Tenggara, Abdurrahman Al Khayyat; Kepala Badan Penyelenggara Haji dan Umroh, K.H. Mochamad Irfan Yusuf; Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro; serta Badan Intelijen Negara dan duta besar negara sahabat.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.