EDUKASIA.ID - Generasi Alpha atau Gen Alpha, memiliki banyak kosakata baru, seperti seperti mewing, rizz, sigma, dan skibidi, dnalain sebagainya.
Terkait hal ini kosakata baru generasi yang lahir mulai tahun 2010 itu, Guru Besar Bidang Ilmu Etnolinguistik Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Dra Ni Wayan Sartini MHum, memberikan penjelasan, tentang bagaimana kosakata baru ini terbentuk.
Berikut penjelasan kosakata Gen Alpha yang unik menurut Guru Besar UNAIR, dilansir dari laman UNAIR.
Pengaruh Digital
Menurut Prof Wayan, bahasa Gen Alpha tidak lepas dari pengaruh media sosial dan teknologi. Tumbuh dalam ekosistem digital, membuat generasi alpha terbiasa dengan pemakaian kosakata unik ini. “Di era digital ini, banyak model bahasa baru bermunculan. Salah satunya bahasa Gen Alpha. Sebenarnya, cikal bakal tersebut adalah dari bahasa gaul kemudian berkembang sampai kepada Gen-Z dan Gen Alpha.”
Prof Wayan menyebut, perkembangan masyarakat yang kian kompleks juga menjadi pemicu dari perubahan model komunikasi ini. “Gen Alpha cenderung terhubung satu sama lain karena pengaruh interaksi dalam berbagai platform. Mereka yang sedang mencari jati diri, punya cara berkomunikasi khas lewat kata-kata baru, emoji, emoticon, sebagai kemudahan-kemudahan pengucapan dari bahasa aslinya sehingga itu mempercepat komunikasi,” ujarnya.
Tak hanya itu, Prof Wayan juga menyoroti penggunaan istilah populer, seperti mewing yang merujuk pada teknik memperbaiki bentuk wajah dan rizz yang merupakan kependekan dari karisma. Kosakata tersebut baginya menunjukkan sisi kreativitas Gen Alpha. Ia menyebut bahwa fenomena ini adalah bagian dari inovasi bahasa yang lahir dari komunitas tersebut.
Bahasa Temporer
Prof Wayan juga menyebut bahwa bahasa Gen Alpha hanya bersifat temporer. “Sah-sah saja ketika Gen Alpha menggunakan bahasa itu dalam komunikasi mereka sesuai dengan usianya. Namun, seperti bahasa gaul sebelumnya, bahasa Gen Alpha kemungkinan akan hilang seiring mereka beranjak dewasa kemudian menghadapi konteks kehidupan berbeda ataupun semakin sedikit penuturnya,” tambahnya.
Dalam keterangannya, Prof Wayan menjelaskan bahwa bahasa dan budaya selalu berjalan seiring dan sesuai konteks zamannya. “Bahasa Gen Alpha adalah identitas sosial mereka. Tidak ada pengaruh negatif terhadap budaya, selama penggunaan bahasa ini masih dalam ranah informal,” ujarnya.
Terakhir, Prof Wayan juga mengingatkan bahwa penggunaan bahasa harus sesuai dengan konteks, baik formal maupun informal. “Tidak akan merusak bahasa Indonesia selagi penggunaan itu hanya dalam konteks komunikasi mereka. Tapi jangan sampai merembes ke dalam ranah formal. Maka perlu penyesuaian kepada siapa dan kapan kita berbicara,” pungkasnya.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.