Foto: M. Yaser Arafat
Penulis:
M. Yaser Arafat,
(Peneliti makam-makam kuno, tinggal di Yogyakarta)
M. Yaser Arafat,
(Peneliti makam-makam kuno, tinggal di Yogyakarta)
EDUKASIA.ID - Perlu dibedakan antara "versi sejarah" dengan "dongeng sejarah". Versi sejarah itu terjadi karena perbedaan pemahaman, namun, datanya tetap bersumber pada dokumen yang sama.
Misalnya untuk berbicara tentang anak-istri Sunan Pakubuwono III maka rujukannya adalah dokumen resmi yang dikeluarkan secara resmi oleh Kasunanan Surakarta. Kalau ada perbedaan pemahaman, itu terjadi karena tafsir yang terkait dengan detail sejarah sang tokoh anak-istri Sunan Pakubuwono III. Tapi, sekali lagi, sumber datanya tetap sama, yaitu dokumen resmi Kasunanan Surakarta.
Disebut "dongeng sejarah" karena sejarah dibangun dengan data yang tidak bersumber pada dokumen resmi, dalam kasus di atas, sejarah dibangun bukan berdasarkan dokumen resmi Kasunanan Surakarta. Padahal katanya tokoh sejarah yang diceritakan itu adalah orang Kraton Surakarta yang berperan penting dan menjabat jabatan utama di sana.
Contoh begini. Tokoh A katanya anak atau menantu Sunan Pakubuwono III. Tapi ketika dicek ke dalam buku induk yang menghimpun anak-istri Sunan Pakubuwono di Kraton Kasunanan Surakarta, tidak ada nama tokoh A. Begitu pula ketika ditelisik ke dalam naskah-naskah berupa "Babad, Wirid, Suluk" yang katanya tokoh A terlibat di peristiwa masa silam. Sama-sama tidak ada, baik nama, maupun perannya.
Malah sering terjadi banyak kerancuan. Dalam satu-dua kasus begini. Tokoh B katanya berperang melawan tentara Prancis pada tahun 1810 di Jawa. Lalu si tokoh B itu terbunuh. Padahal dokumen resmi Negara Prancis mencatat bahwa tentara Prancis baru datang di Jawa tahun 1815.
Harus disadari bahwa sejarah itu seperti fiqh. Pendapat dalam fiqh itu butuh dalil yang termaktub di dalam dokumen primer, yaitu pertama-tama Alquran. Kalau tidak, tentu Hadis.
Perbedaan pendapat antar imam mazhab memang terjadi. Misalnya tentang batalnya wudhu karena bersentuhan dengan lawan jenis. Tapi masing-masing imam mengacu pada, pertama-tama, dalil berupa ayat suci yang tertera di kitab suci Alquran. Bila tidak, mereka akan mengacu pada hadis sahih Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Meskipun dalilnya sama, tapi pemahamannya berbeda. Dari situlah dapat dikatakan ini pendapat "versi mazhab syafii", "versi mazhab hanafi", dan "versi mazhab lain". Setiap versi tentu sahih. Karena versi-versi itu dibangun oleh dalil yang sama, yang bersumber pada dokumen primer. Hanya pemahaman pada dokumen primer itu saja yang berbeda.
Sejarah seperti fiqh. Butuh dalil kuat dari sumber sahih atau primer. Setiap sejarawan merujuk pada sumber primer itu. Jika pendekatannya berbeda, maka pemahaman antar sejarawan akan berbeda. Di situlah disebutkan secara masyhur bahwa sejarah memiliki beberapa versi. Tapi tentu masing-masing versi didasarkan pada pendapat mereka pada dalil sahih yang sama, yaitu dokumen primer.
Dalam kasus "versi sejarah", sumbernya adalah "Alquran yang sama/dokumen primer yang sama" setiap versi. Dalam kasus "dongeng sejarah", yang memunculkan dongeng itu punya "Alquran sendiri". Repot.
Wallahu a'lam
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.