Aldino Javier Saviola, lulus S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) di usia 22 tahun. Foto UGM.
EDUKASIA.ID - Jika kebanyakan mahasiswa lulus S2 adalah rata-rata 25 tahun keatas, Aldino Javier Saviola, berhasil lulus S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) di usia 22 tahun 6 bulan 18 hari.
Sosok kelahiran Purwokerto, 27 Maret 2002 itu merupakan Lulusan dari Program Studi Magister Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Aldino yang diwisuda pada Kamis (23/1/2025 ) itu juga menjadi salah satu dari 2 orang yang dinobatkan sebagai lulusan S2 tercepat di periode ini. Pasalnya, untuk program Magister, rerata masa studi program magister adalah 2 tahun 2 bulan, sedangkan Aldino berhasil lulus dalam waktu 1 tahun 2 bulan.
Perjalanan akademik dan dukungan beasiswa
Aldino menceritakan ia menyelesaikan pendidikan S1 di FMIPA UGM pada bulan Mei 2023. Setelah lulus pendidikan sarjana, dirinya mencoba peluang mendaftar beasiswa program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Batch 7 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Program tersebut merupakan beasiswa unggulan yang mengakomodasi sarjana agar lulus S2 dan S3 hanya dalam kurun waktu 4 tahun.
Dirinya mengaku senang dan bersyukur bisa menyelesaikan dua program studi sambil tetap aktif dalam kegiatan sosial dan penelitian. “Saya bersyukur sekali berkesempatan untuk mendapatkan beasiswa ini,” ucap Aldino, dilansir laman UGM.
Tuntutan fast track untuk menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 dalam waktu empat tahun tersebut justru semakin membuatkan terpacu untuk menyelesaikan studi secepat mungkin. Bahkan dalam waktu bersamaan, Aldino berhasil menyelesaikan tesis sembari menjadi mahasiswa doktoral di fakultas yang sama.
Minat dan bakat Aldino di bidang kimia membuatnya mampu menghasilkan penelitian dan karya inovatif, khususnya seputar pembangunan nanokatalis untuk produksi biofuel. Penelitian dalam tesisnya dilatarbelakangi oleh masih tingginya penggunaan bahan bakar fosil untuk avtur.
“Saya mencoba mengembangkan bioavtur dari sumber biomassa berupa minyak jelantah yang tidak hanya mudah didapatkan di alam, tetapi juga merupakan bentuk inovasi waste-to-wealth demi menjaga kelestarian lingkungan,” tutur Aldino.
Hasil risetnya tentang proses hydrotreatment yang dirancang Aldino mampu mengubah minyak jelantah menjadi bioavtur dengan komposisi kimia yang sangat mirip dengan avtur berbasis fosil.
Proyek-proyek pengembangan nanokatalis yang ditekuni Aldino selama tiga tahun terakhir juga menghasilkan sejumlah karya riset yang telah dipublikasikan di jurnal internasional.
Saat ini, ia telah memiliki total 26 karya jurnal terindeks scopus. “Saya kira ini merupakan achievement yang luar biasa bagi diri saya. Semoga kedepannya saya bisa lebih produktif lagi dan dapat menghasilkan karya-karya lainnya,” tutur anak bungsu dari dua bersaudara ini.
Aldino berharap riset yang dilakukannya ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendukung transformasi energi ke proses yang lebih hijau. Mengingat pemerintah dan konsensus global saat ini sedang gencar mengupayakan solusi untuk mengatasi perubahan iklim.
“Penelitiannya tentu masih memerlukan evaluasi dan pengembangan lebih lanjut, namun ia berharap inovasi ini nantinya dapat diaplikasikan pada skala industri,” terangnya.
Ditanya soal pengalamannya selama menempuh kuliah di UGM, Aldino mengaku sejak awal telah mantap memilih UGM.
“Tanpa keraguan sedikitpun sejak saya S1 dulu, melalui jalur SNMPTN saya telah memilih Departemen Kimia FMIPA UGM sebagai cinta pertama saya,” ungkapnya.
Apalagi prodi yang ia ambil sudah terakreditasi internasional dan pakar-pakar ahli di bidangnya sehingga memiliki pendidikan yang berkualitas.
“Kualitas keilmuan yang diajarkan pada mahasiswa sangat baik, akhirnya saya memutuskan untuk tetap kuliah di UGM sampai pendidikan doktoral,” tegasnya.
Menurutnya, FMIPA UGM memiliki berbagai fasilitas dan lingkungan yang baik untuk mendukung pembelajaran mahasiswa. Jika ingin lulus cepat dengan serangkaian prestasi, Aldino berpesan pada mahasiswa sarjana maupun pascasarjana untuk bisa membagi waktu sebaik mungkin.
“Kita harus ulet, tekun, dan telaten dalam melakukan penelitian merupakan kunci untuk bisa lulus dengan prestasi terbaik,” pungkasnya.
Program tersebut merupakan beasiswa unggulan yang mengakomodasi sarjana agar lulus S2 dan S3 hanya dalam kurun waktu 4 tahun.
Dirinya mengaku senang dan bersyukur bisa menyelesaikan dua program studi sambil tetap aktif dalam kegiatan sosial dan penelitian. “Saya bersyukur sekali berkesempatan untuk mendapatkan beasiswa ini,” ucap Aldino, dilansir laman UGM.
Tuntutan fast track untuk menyelesaikan pendidikan S2 dan S3 dalam waktu empat tahun tersebut justru semakin membuatkan terpacu untuk menyelesaikan studi secepat mungkin. Bahkan dalam waktu bersamaan, Aldino berhasil menyelesaikan tesis sembari menjadi mahasiswa doktoral di fakultas yang sama.
Inovasi untuk Energi Berkelanjutan
Minat dan bakat Aldino di bidang kimia membuatnya mampu menghasilkan penelitian dan karya inovatif, khususnya seputar pembangunan nanokatalis untuk produksi biofuel. Penelitian dalam tesisnya dilatarbelakangi oleh masih tingginya penggunaan bahan bakar fosil untuk avtur.
“Saya mencoba mengembangkan bioavtur dari sumber biomassa berupa minyak jelantah yang tidak hanya mudah didapatkan di alam, tetapi juga merupakan bentuk inovasi waste-to-wealth demi menjaga kelestarian lingkungan,” tutur Aldino.
Hasil risetnya tentang proses hydrotreatment yang dirancang Aldino mampu mengubah minyak jelantah menjadi bioavtur dengan komposisi kimia yang sangat mirip dengan avtur berbasis fosil.
Proyek-proyek pengembangan nanokatalis yang ditekuni Aldino selama tiga tahun terakhir juga menghasilkan sejumlah karya riset yang telah dipublikasikan di jurnal internasional.
Saat ini, ia telah memiliki total 26 karya jurnal terindeks scopus. “Saya kira ini merupakan achievement yang luar biasa bagi diri saya. Semoga kedepannya saya bisa lebih produktif lagi dan dapat menghasilkan karya-karya lainnya,” tutur anak bungsu dari dua bersaudara ini.
Aldino berharap riset yang dilakukannya ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendukung transformasi energi ke proses yang lebih hijau. Mengingat pemerintah dan konsensus global saat ini sedang gencar mengupayakan solusi untuk mengatasi perubahan iklim.
“Penelitiannya tentu masih memerlukan evaluasi dan pengembangan lebih lanjut, namun ia berharap inovasi ini nantinya dapat diaplikasikan pada skala industri,” terangnya.
Pesan untuk Mahasiswa
Ditanya soal pengalamannya selama menempuh kuliah di UGM, Aldino mengaku sejak awal telah mantap memilih UGM.
“Tanpa keraguan sedikitpun sejak saya S1 dulu, melalui jalur SNMPTN saya telah memilih Departemen Kimia FMIPA UGM sebagai cinta pertama saya,” ungkapnya.
Apalagi prodi yang ia ambil sudah terakreditasi internasional dan pakar-pakar ahli di bidangnya sehingga memiliki pendidikan yang berkualitas.
“Kualitas keilmuan yang diajarkan pada mahasiswa sangat baik, akhirnya saya memutuskan untuk tetap kuliah di UGM sampai pendidikan doktoral,” tegasnya.
Menurutnya, FMIPA UGM memiliki berbagai fasilitas dan lingkungan yang baik untuk mendukung pembelajaran mahasiswa. Jika ingin lulus cepat dengan serangkaian prestasi, Aldino berpesan pada mahasiswa sarjana maupun pascasarjana untuk bisa membagi waktu sebaik mungkin.
“Kita harus ulet, tekun, dan telaten dalam melakukan penelitian merupakan kunci untuk bisa lulus dengan prestasi terbaik,” pungkasnya.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.