Ilustrasi. Foto Pixabay.
Penulis : T.H. Hari Sucahyo, Pengamat pendidikan/ Guru purna karya dari Yayasan Pangudi Luhur Semarang.
EDUKASIA.ID - Rencana Menteri Pendidikan Moh Mu'ti untuk memasukkan kecerdasan buatan (AI) dan coding sebagai mata pelajaran pilihan di sekolah tentu menjadi langkah progresif. Di tengah era digital yang terus berkembang, literasi teknologi menjadi kebutuhan mutlak. Namun, muncul pertanyaan mendasar: apakah guru-guru kita siap untuk mengajarkan hal ini?
Sebelum berbicara tentang kesiapan murid, kita harus melihat kesiapan para pendidik. Mengajarkan AI dan coding bukan sekadar memberikan teori, tetapi juga membimbing praktik pemrograman yang membutuhkan pemahaman mendalam. Sayangnya, banyak guru di Indonesia belum memiliki latar belakang teknologi yang kuat. Data dari UNESCO menunjukkan bahwa sekitar 60% guru di Indonesia masih membutuhkan pelatihan dalam pengajaran berbasis teknologi (UNESCO, 2023).
Selain itu, kurikulum yang ada juga belum sepenuhnya mendukung pendidikan berbasis digital secara maksimal. Banyak sekolah, terutama di daerah, masih berkutat dengan keterbatasan infrastruktur teknologi, seperti akses internet yang tidak stabil dan kurangnya perangkat komputer yang memadai (Kemendikbud, 2022). Jika masalah ini tidak segera diatasi, kebijakan memasukkan AI dan coding dalam kurikulum sekolah bisa menjadi hambatan baru alih-alih solusi bagi peningkatan kualitas pendidikan.
Belajar coding bukan hanya memahami konsep pemrograman, tetapi juga mengembangkan pola pikir komputasional (computational thinking). Tanpa bimbingan yang tepat, murid hanya akan menghafal sintaks tanpa memahami logika dasar pemrograman. Di negara-negara yang telah lebih dulu menerapkan coding dalam kurikulum, seperti Finlandia dan Singapura, pelatihan intensif bagi guru menjadi prioritas sebelum kebijakan ini diterapkan (OECD, 2023). Jika Indonesia ingin sukses dalam menerapkan kebijakan ini, peningkatan kompetensi guru harus menjadi agenda utama.
Di sisi lain, ada juga tantangan dalam menarik minat siswa terhadap coding. Tidak semua siswa memiliki ketertarikan terhadap teknologi dan pemrograman. Oleh karena itu, diperlukan metode pengajaran yang inovatif agar coding tidak hanya menjadi pelajaran yang sulit dan membosankan, tetapi juga relevan dengan kehidupan mereka. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), di mana siswa diajak untuk menyelesaikan masalah nyata dengan teknologi.
Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang sama. Sekolah-sekolah di kota besar mungkin lebih siap karena sudah terbiasa dengan pembelajaran berbasis teknologi. Namun, bagaimana dengan sekolah-sekolah di pedesaan? Menurut survei dari Katadata (2023), sekitar 40% sekolah di daerah masih mengalami keterbatasan akses internet. Jika kebijakan ini diterapkan secara merata tanpa mempertimbangkan kesenjangan digital, akan ada ketimpangan dalam penerapan dan hasil belajar.
Selain itu, jumlah tenaga pengajar yang memahami teknologi juga masih terbatas di daerah terpencil. Jika sekolah di kota bisa mengundang mentor atau tenaga ahli dari perusahaan teknologi, sekolah di daerah sering kali tidak memiliki akses ke sumber daya tersebut. Ini berisiko menciptakan ketimpangan pendidikan yang semakin melebar antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang berada di lingkungan yang sudah maju, tetapi juga bagi siswa di daerah tertinggal. Agar kebijakan ini sukses, pemerintah perlu memperhatikan kesiapan Guru dengan diberikan pelatihan intensif dalam AI dan coding sebelum mata pelajaran ini diajarkan di sekolah. Pemerintah bisa bekerja sama dengan universitas atau lembaga teknologi untuk memberikan pelatihan yang sesuai dengan standar global.
Selain pelatihan formal, program mentorship atau bimbingan dari praktisi teknologi juga bisa diterapkan agar para guru mendapatkan pengalaman langsung dalam mengajar coding.
Sebelum meminta sekolah mengajarkan coding, pastikan setiap sekolah memiliki fasilitas dasar, seperti komputer, akses internet, dan platform pembelajaran daring yang mendukung. Pemerintah juga dapat mendorong pengadaan perangkat lunak open-source yang bisa digunakan oleh sekolah-sekolah dengan keterbatasan anggaran.
Tidak semua murid memiliki minat dalam coding, sehingga modul yang disusun harus bersifat fleksibel dan aplikatif. Pendekatan berbasis proyek (project-based learning) bisa menjadi solusi agar pembelajaran coding lebih menarik. Sebagai contoh, siswa bisa diajak untuk membuat game edukasi sederhana atau aplikasi yang berguna bagi komunitas mereka. Pemerintah dapat menggandeng perusahaan teknologi untuk membantu pengembangan kurikulum dan memberikan program magang bagi guru serta siswa.
Beberapa perusahaan teknologi besar di Indonesia telah memiliki program sosial yang berfokus pada edukasi digital, dan inisiatif ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendukung kebijakan pendidikan nasional. Implementasi mata pelajaran coding dan AI harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari pilot project di sekolah-sekolah yang telah siap. Selain itu, evaluasi berkala perlu dilakukan untuk melihat efektivitas program ini dan memastikan bahwa siswa serta guru benar-benar mendapatkan manfaat dari pembelajaran ini.
Memasukkan AI dan coding sebagai mata pelajaran pilihan adalah langkah yang patut diapresiasi. Namun, tanpa kesiapan guru, kebijakan ini berisiko menjadi sekadar wacana tanpa implementasi yang efektif. Oleh karena itu, sebelum meminta murid untuk belajar coding, pastikan terlebih dahulu guru-guru kita siap untuk mengajarkannya. Dengan persiapan yang matang, pendidikan di Indonesia bisa bergerak menuju era digital dengan lebih percaya diri dan inklusif.
***
Berkontribusi di EDUKASIA.ID?
EDUKASIA.ID mengundang Anda untuk terlibat dalam jurnalisme warga dengan mengirimkan berita, artikel, atau video terkait pendidikan, isu sosial, dan perkembangan terbaru. Berikan perspektif dan suara Anda untuk membangun wawasan publik.
Kirim karya Anda melalui WhatsApp: 085640418181, Email: redaksi@edukasia.id
Youtube : EDUKASIA ID
Facebook: EDUKASIAID
Instagram: EDUKASIAID
Twitter: EDUKASIAID
Tiktok: EDUKASIAID
LinkedIn: EDUKASIAID
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.