
Ilustrasi. Foto Unsplash.
Opini oleh: Anishatul rahmah, mahasiswa Universitas Jember.
Isu ini pun memicu pro dan kontra di kalangan mahasiswa. Mereka yang mendukung menyatakan bahwa banyak penerima KIP Kuliah yang juga bekerja freelance, part-time, atau bahkan berwirausaha untuk menambah penghasilan. “Sekarang harga iPhone juga banyak yang turun, jadi bukan hal yang mustahil untuk membelinya,” ujar salah satu mahasiswa.
Namun, ada juga yang berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, mahasiswa KIP Kuliah seharusnya lebih fokus pada kebutuhan pokok seperti makan dan tempat tinggal. “Untuk makan saja masih harus berhemat, bagaimana bisa berpikir untuk membeli iPhone? Apa hanya untuk gaya hidup semata?” kata seorang mahasiswa lainnya.Persoalan ini pun menyoroti ketimpangan dalam penyaluran beasiswa KIP Kuliah. Beberapa mahasiswa merasa bahwa ada penerima KIP yang sebenarnya berasal dari keluarga mampu, memiliki rumah bagus, mobil, atau orang tua dengan pekerjaan tetap seperti PNS. Sementara ada yang benar-benar membutuhkan justru tidak mendapatkan bantuan.
Sebagai mahasiswa penerima KIP Kuliah, penulis memahami bahwa bantuan ini sangat membantu dalam biaya pendidikan. Namun, di sisi lain, banyak mahasiswa KIP juga berusaha mandiri dengan bekerja saat liburan atau mengambil pekerjaan freelance contohnya saya. Jika seseorang membeli iPhone dari hasil kerja kerasnya sendiri, bukankah itu hak mereka? Toh, uang beasiswa memang dialokasikan untuk kebutuhan kuliah dan hidup sehari-hari, sementara penghasilan dari pekerjaan sampingan bisa digunakan untuk hal lain sesuai prioritas masing-masing.
Terlepas dari itu semua, seharusnya melihat perdebatan ini, pemerintah mengevaluasi kembali mekanisme penyaluran beasiswa KIP Kuliah agar lebih tepat sasaran. Salah satunya harus lebih selektif pada bagian verifikasi data ekonomi bagi calon penerima, tidak hanya berdasarkan slip gaji orang tua, tetapi mempertimbangkan kondisi keluarga yang sebenarnya. Misalnya dengan melakukan survei ke rumah calon penerima agar mengetahui bagaimana kondisi di lapangan. Apakah termasuk mahasiswa mampu atau mahasiswa kurang mampu. Selain itu, transparansi dalam penyaluran dana beasiswa juga penting. Pemerintah dapat menyediakan platform digital yang memungkinkan masyarakat melaporkan ketidaksesuaian dalam penyaluran KIP Kuliah.
Pemerintah juga dapat mempertimbangkan kebijakan pendampingan bagi mahasiswa penerima KIP Kuliah, seperti pelatihan kewirausahaan atau program magang berbayar. Hal ini dapat membantu mahasiswa memperoleh penghasilan tambahan secara legal dan produktif tanpa mengandalkan beasiswa untuk kebutuhan di luar pendidikan.
Pada akhirnya, perdebatan tentang apakah mahasiswa KIP Kuliah boleh membeli iPhone bukan sekadar tentang gaya hidup, tetapi juga tentang keadilan dalam distribusi bantuan pendidikan. Pemerintah perlu terus memastikan bahwa beasiswa ini benar-benar mendukung mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk menyelesaikan pendidikan mereka dengan layak, tanpa celah bagi pihak yang tidak berhak untuk menyalahgunakannya.
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.