Catatan Harian Guru Pemula (1): Thalib
Senin, April 28, 2025
0
Penulis : Mohammad Salahuddin Al-Ayyuubi, M.Ag*
EDUKASIA.ID - Awalnya, seri catatan ini mau saya beri judul 'Catatan Harian Seorang Guru,' tetapi ah, itu bisa menimbulkan salah pemahaman bahwa semua guru seperti itu. Bisa jadi jika guru senior membaca tulisan saya hanya mesem (tersenyum tipis) dan membatin (berbicara dalam hati): "norak sekali anak muda ini." Maka, kapasitas saya sebagai guru yang baru meniti tugas mulia itu beberapa tahun belakangan memang lebih pantas dikatakan dan dikategorikan sebagai guru pemula.
Izinkan saya, dalam tulisan pertama membahas tiga murid istimewa. Bukan karena kecerdasan mereka an sich, melainkan karena merekalah yang duluan mencari saya sewaktu pertama kali saya ditugaskan mengajar di MAN Sumenep, Madura. Waktu itu, sekolah sedang disibukkan persiapan untuk Porseni tingkat kabupaten. Saya yang baru beberapa hari menginjakkan kaki di tanah Soengennep dianggap mampu oleh pimpinan untuk membimbing latihan calon peserta cabang lomba fahmil Qur'an, ya mereka bertiga itu.
Dalam sejarah pembentukan kosa kata bahasa Arab, pelajar dinamakan "thalib" yang arti aslinya adalah orang yang meminta atau mencari, karena ciri khas pelajar waktu itu diketahui dari kebiasannya bertanya dan meminta penjelasan dari gurunya.
Yang pertama, Abd. Rahman Ramdan. Memang saya tak mengajar kelasnya secara langsung, tetapi saya sering merasa bercermin kalau mengingat atau berjumpa murid satu ini, sebab beberapa persamaan. Dia jurusan IPA, wawasan agama dan keahliannya dalam public speaking hampir sama dengan kemampuan saya seusianya. Meskipun ia bukan ketua OSIS, bisa dikatakan tak ada siswa satu sekolah yang tak kenal Dadan karena aktif di remas dan sering mengisi kultum sehabis salat duha berjamaah. Gaya orasi atau kultumnya yang khas sekali sebagai kader aktif PII mengingatkan sobat ormawa saya di kampus IAIN Kudus, Musyadad Zein. Belakangan, setelah lulus dan kuliah PAI, kemampuannya makin berkembang. Suatu ketika, saat saya jumatan di suatu masjid, ternyata dialah khatib dan imamnya. Senang membuncah dada ini melihat ada murid kami yang diterima dengan baik oleh masyarakat. Dia bisa menepis anggapan sebagian gurunya dulu yang menyarankannya untuk kuliah di rumpun MIPA, bahwa keputusannya memilih kuliah rumpun agama memang tepat.
Kedua, Moh. Iqbal Wahidi. Pembawaannya kalem, tapi sat-set dalam urusan pelajaran. Tipikal murid yang tak hanya pintar, tapi juga membawa aura positif di kelas. Mungkin memang ada yang lebih pintar di kelasnya, tetapi ia bisa menghimpun IQ, EQ, dan SQ secara harmonis. Suatu skill yang dibutuhkan calon pemimpin masa depan. Lulus aliyah, ia memilih lanjut di KEPQ Surabaya, kemudian setelah mendapat pengalaman tahfidz dan wirausaha yang cukup, ia meniti prodi kuliah yang sama dengan saya, ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Sesama gapyear (tahun jeda), saya bisa memahami prinsipnya untuk tidak langsung kuliah usai lulus sekolah dulu. Ada cinta yang harus lebih dahulu diprioritaskan: Al-Qur'an.
Ketiga, Lina Tarisa. Siswi yang mudah menangkap hal baru, bisa berorganisasi dengan baik, dan sangat tepat berada di kelas agama. Kemampuannya banyak yang sepadan dengan Iqbal, nilai plusnya adalah lebih kritis. Saya sempat menyayangkan nalar kritisnya tak diasah lebih jauh di kampus atau pondok karena setelah lulus ia lantas dinikahkan oleh orang tuanya. Belakangan, saya sadar bahwa seorang istri sekaligus ibu juga perlu nalar kritis itu untuk memberdayakan keluarganya. Orang cerdas tak pernah salah tempat. Di mana pun ia berkarya, keberadaannya selalu berguna.
Ketika tiga komposisi siswa itu disatukan, kombinasi itu terasa mengasyikkan. Memang mereka dulu tak sempat mencicipi juara pertama dalam lomba, tetapi setidaknya pengalaman dan kebersamaan selama berlatih dan bertanding itu masih akan dikenang menjadi tonggak awal masa depan mereka.
Menjadi teman belajar murid-murid seperti itu bagi saya adalah anugerah. Termasuk nikmat besar adalah ketika murid ditempa di tempat dan waktu yang tepat, oleh guru yang tepat pula.
* Pemilik akun FB Salahuddin Ibnu Sjahad dan IG @ibnusjahad ini adalah seorang guru pengampu mata pelajaran Al-Qur'an Hadis dan Tafsir di MAN Sumenep, alumni Beasiswa Indonesia Bangkit Program Gelar S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bagikan ke aplikasi lainnya
Komentar menggunakan bahasa sopan dan tidak mengandung unsur SARA. Redaksi berhak mengedit komentar apabila kurang layak tayang.